Kamis, 10 April 2014

BENTUK BATANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Tumbuhan biasa dikenal sebagai tonggak dari sebagian besar ekosistem teresterial (daratan).Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting, dan mengingat tempat dan kedudukan batang bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan, sedangkan kayu  merupakan produk yang sangat penting dalam kegiatan pengusahaan hutan. Seiring dengan perkembangan zaman, industri perkayuan membutuhkan kayu dengan limit diameter tertentu yang besarnya dapat berubah.
Diameter adalah sebuah dimensi dasar dari sebuah lingkaran. Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua buah titik pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang. Diameter batang adalah dimensi pohon yang paling mudah diperoleh/diukur terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan dapat diperoleh tak hingga. Angka Bentuk Batang (f) didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama.
Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume silindernya, angka bentuk dibedakan atas : (1) angka bentuk mutlak ; (2) angka bentuk buatan ; (3) angka bentuk normal. Angka bentuk mutlak (absolute form factor) adalah angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada pangkal batang. Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh. Sedangkan angka bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada ketinggian 1/10 tinggi pohon. Oleh karena dbh biasa digunakan sebagai ciri diameter pohon, maka angka bentuk yang sering digunakanpun adalah angka bentuk buatan. Dalam kenyataannya tidak ada pohon yang memiliki bentuk geometris sempurna seperti frustum-frustum tersebut. Oleh karena itu, bentuk batang harus dipergunakan bentuk koreksi dalam menentukan volume. Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik pohon sebagai penentu volume pohon, dalam tulisan ini akan diuraikan tentang bentuk batang, bilangan bentuk, dan kosien.


A.  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian batang, pengertian bentuk batang dan volume batang ?
2.      Bagaimana bentuk batang pada suatu pohon?
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk batang ?
4.      Bagaimana kosien dalam suatu pohon?
5.      Bagaimana volume bentuk batang?
6.      Bagaimana modifikasi batang?
7.      Bagaimana sifat batang, fungsi batang dan bagian-bagian batang berdasarkan kegunaanya serta bagaimana perkembangan batang itu?

B.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai pengertian batang, bentuk batang, dan volume batang serta mampu memahami , faktor-faktor yang mempengaruhi batang, volume batang,koesien  dan juga dapat menjelaskan modifikasi batang, sifat batang, fungsi batang dan bagian-bagian batang itu sendiri dan perkembanganya batang.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Batang,  Bentuk Batang dan Volume Batang
Batang yang memiliki nama latin caulis, merupakan salah satu organ tubuh tumbuhan yang tergolong cormophyta (tumbuhan yang dengan nyata memperlihatkan diferesiansi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar, batang, dan daun). Batang merupakan bagian tumbuhan yang amat penting, dan mengingat tempat serta kedudukan batang bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan. Pada umumnya, batang merupakan tempat tumbuhnya organ tubuh tumbuhan yang lain seperti tangkai, buah, daun, dan bunga.
Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran.  Bentuk Batang dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama. Sedangkan volume batang yaitu ukuran isi atau kapasitas benda padat yang diekpresikan dalam pangkat tiga seperti m3, cubic feet atau ukuran kering/cair seperti buskel, gallons dan liter (Wahjudiono, 1998).
Tiap batang pohon terdiri dari berbagai bentuk yang berlainan, sehingga bila ditentukan volumenya secara langsung akan diperoleh hasil volume yang kurang memuaskan. Untuk mengatasi hal ini, maka penentuannya dilakukan perseksi, dimana batang dipotong menjadi beberapa seksi serta tiap seksi diukur volumenya. Penjumlahan volume dari tiap seksi nantinya akan menghasilkan volume aktual batang. Rumus untuk menghitung volume tiap seksi batang menurut Avery dan Burkhart (1983) adalah :
Huber : v = gm * l
Smalian : * l
Newton : * l
Keterangan :
v = Volume balok/batang kayu
gi = Luas penampang melintang bagian pangkal
gm = Luas penampang melintang bagian tengah antara ujung serta pangkal
gs = Luas penampang melintang batang bagian ujung
l = Panjang balok yang diukur
B.  Bentuk Batang Pohon
Selain diameter dan tinggi pohon, bentuk batang adalah salah satu komponen penentu volume pohon.  Bentuk batang diantaranya dapat digambarkan oleh angka bentuk (form factor) dan taper.Angka Bentuk Batang (f) didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama.  Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume silindernya, angka bentuk dibedakan atas : (1) angka bentuk mutlak ; (2) angka bentuk buatan ; (3) angka bentuk normal. 
Angka bentuk mutlak (absolute form factor) adalah angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada pangkal batang.  Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh.  Sedangkan angka bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada ketinggian 1/10 tinggi pohon.  Oleh karena dbh biasa digunakan sebagai ciri diameter pohon, maka angka bentuk yang sering digunakanpun adalah angka bentuk buatan.
Taper adalah suatu istilah yang menggambarkan bentuk batang yang meruncing.  Dengan kata lain, taper menggambarkan pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang dari pangkal hingga ke ujung.  Chapman dan Meyer (1949) menyatakan bahwa taper merupakan resultante dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan tinggi dan diameter pohon.  Pertumbuhan tinggi pohon lebih dipengaruhi oleh kualitas tempat tumbuh, sedangkan diameter pohon lebih dipengaruhi oleh kerapatan pohon.  Philip (1993) menyatakan taper sebagai laju perubahan diameter pada panjang atau tinggi tertentu, yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai :  t = (dp – du)/l  ; di mana : t = taper ; dp, du = diameter pangkal, ujung ; l = panjang batang.  Bentuk batang yang semakin mengecil ke ujung dapat juga dinyatakan dalam sebuah persamaan fungsional hubungan antara diameter  sepanjang batang (di) pada berbagai ketinggian tempat diameter tersebut diukur (hi), sehingga di = f(hi).  Persamaan seperti itu disebut sebagai fungsi taper.  Untuk mengurangi keragaman absolut yang besar akibat adanya perbedaan ukuran batang dalam hal ini diameter dan tinggi/panjang batang, sebaiknya digunakan peubah-peubah relatif, sehingga fungsi tapernya menjadi : di/D = f(hi/H) atau di/D = f(1– hi/H) ; di mana : D = dbh atau diameter pangkal ;  H = tinggi bebas cabang atau tinggi total.  Penggunaan lebih lanjut dari fungsi taper ini adalah untuk menduga volume batang dengan cara integrasi lbds pada panjang atau selang ketinggian tertentu.  Kelebihan cara pendugaan volume pohon melalui fungsi taper ini adalah bahwa volume pohon dapat ditentukan pada berbagai ketinggian atau panjang yang dikehendaki.  Sedangkan kelemahannya adalah dugaan volume pohon akan bias kalau fungsi taper yang digunakan tidak berhasil menggambarkan pola bentuk batang yang sebenarnya.
Angka bentuk dapat bervariasi karena jenis pohon dan faktor genetik, umur, ukuran tajuk, dan faktor tempat tumbuh ( khususnya pengaruh angin ). Bentuk pohon berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran.
Secara umum terdapat tiga macam bentuk batang berdasarkan perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian (Chapman dan Meyer, 1949):
a) Pada pangkal : bentuk neiloid
b)Pada bagian tengah : bentuk silindris atau paraboloid. Bentuk silindris adalah bagian tengah pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal serta ujung. Bentuk paraboloid berarti diameter ujung kecil dengan perubahan yang melengkung ke arah poros batang pada bagian ujung batang.
c) Pada bagian ujung pohon : bentuk konus
Tumbuhan biji belah (Dycotyledoneae) pada umumnya mempunyai batang yang di bagian bawahnya lebih besar dan ke ujung semakin mengecil, jadi batangnya dapat dipandang sebagai suatu kerucut atau limas yang amat memanjang, yang dapat mempunyai percabangan atau tidak. Tumbuhan biji tunggal (Monocotyledoneae) sebaliknya mempunyai batang yang dari pangkal sampai ke ujung boleh dikata tak ada perbedaan besarnya. Hanya pada beberapa golongan saja yang pangkalnya tampak membesar, tetapi selanjutnya ke atas tetap sama, seperti terlihat pada bermacam-macam palma (Palmae).
Jika kita berbicara tentang bentuk batang biasanya yang dimaksud ialah bentuk batang pada penampang melintangnya. Dan dilihat dari sudut bentuk penampang melintangnya ini dapat dibedakan bermacam-macam bentuk batang antara lain: Bulat (teres), misalnya bambu (Bambusa sp.), kelapa (Cocos nucifera L.). Bersegi (angularis). Dalam hal ini ada kemungkinan:
- Bangun segitiga (triangularis), misalnya batang teki (Cyperus rotundus).
- Segi empat (quadrangularis), misalnya batang markisah. Pipih dan biasanya lalu melebar menyerupai daun dan mengambil alih tugas daun pula. Batang yang bersifat demikian dinamakan:
- Filokladia (phyllocladium), jika amat pipih dan mempunyai pertumbuhan yang terbatas, misalnya pada Jakang (Muehlenbeckia platyclada Meissn.),
- Kladodia (Cladodium), jika masih tumbuh terus dan mengadakan percabangan, misalnya sebangsa kaktus (Opuntia vulgaris Mill.).
Dilihat permukaannya, batang tumbuh-tumbuhan juga memperlihatkan sifat yang bermacam-macam. Kita dapat membedakan permukaan batang yang:
1.    Licin (laevis), misalnya batang jagung (Zea mays L.),
2.    Berusuk (costatus), jika pada permukaannya terdapat rigi-rigi yang membujur, misalnya iler (Coleus scutellarioides Benth.),
3.    Beralur (sulcatus), jika membujur batang terdapat alur-alur yang jelas, misalnya pada Cereus peruvianus (L.) Haw.
4.    Bersayap (alatus), biasanya pada batang yang bersegi, tetapi pada sudut-sudutnya terdapat pelebaran yang tipis, misalnya pada ubi (Dioscorea alata L.) dan markisah (Passiflora quadrangularis L.).
Selain dari itu permukaan batang dapat pula :
5.    Berambut (pilosus), seperti misalnya pada tembakau (Nicotiana tabacum L.),
6.    Berduri (spinosus), misalnya pada mawar (Rosa sp),
7.    Memperlihatkan bekas-bekas daun, misalnya pada papaya (Carica papaya L.) dan kelapa (Cocos nucifera L.),
8.    Memperlihatkan bekas-bekas daun penumpu, misalnya: nangka (Artocarpus  integra Merr.), keluwih (Artocarpus comunis Forst.),
9.    Memperlihatkan banyak lentisel, misalnya pada sengon (Albizzia stipulate Boiv.
C.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bentuk Batang
Pada umumnya setiap pohon mempunyai bentuk yang berbeda. Tiap jenis mempunyai bentuk pohon yang khas dan berbeda dengan bentuk pohon yang lainya dan bahkan jenis yang sama, bentuk pohon dapat berubah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk batang antara lain :
*   Variasi Geografic (Provenance)
Perkembangan diameter pohon juga terdapat koreksi yang kuat antara diameter pohon. Pada ketinggian tertentu dengan berat material yang harus didukung oleh diameter tersebut. Yaitu berat material diatasnya. Masalah bentuk pohon ini akan berlanjut kedalam satu teori tentang faktor bentuk dan koesien diameter batang karena adanya bentuk batang selalu berkaitan dengan pembahasan diameter karenaq adanya perubahan tinggi pengukuran. Bentuk silindris adalah bagian pohon yang mempunyai diameter yang sama antara bagian pangkal dengan ujung lebih kecil dengan perubahan yang melengkung kearah dasar.Penampang melintang suatu batang pada umumnya tidak teraturseperti pada bentuk lingkaran. Dibagian pangkal pohon, bentuk penampang lintang tersebut bahkan sangat jauh berbeda dengan bentuk lingkaran. Ketidakteraturan bentuk batang dipangkal pohon ini disebabkan karena pengaruh arah angin yang tetap dan lereng. Adapula penelitian berpendapat bahwa bentuk batang menyerupai elips tersebut ada kaitannya dengan bidang maknetik bumi. Banyak pohon-pohon tropis yang memiliki akar banir atau akar papan, yang membuat penampang lintang pohon sama sekali tidak menyerupai lingkaran atau elips.
Bentuk panampang lintang bagian pangkal pohon yang cenderng eksentik itu maka dalam pengukuran diameter diambil pada setinggi dada, tidak lebih rendah dari itu. Bahkan untuk pohon-pohon berbanir, yang tingginya sering mencapai 2 meter atau lebih, pengukuran diameter harus dilakukan pada 20-25 cm diatas ujung banir. Untuk pohon-pohon yang tidak berbanir ternyata ada korelasi yang kuat antar diameter setinggi dada dengan volume batang ternyata ada kelemahan. Setiap spesies memiliki persyaratan tempat tumbuh yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi. Dalam pertumbuhan tanaman, sering terjadi keragaman dalam satu jenis pohon yang disebabkan oleh  perbedaan lingkungan (environmental variation). Keragaman tersebut dapat berupa keragaman geografis (provenans), dan keragaman lokal antar tempat tumbuh.
*   Faktor fisiografis
Faktor-faktor fisiografis merupakan keadaan yang secara tidak langsung mempengaruhi vegetasi hutan melalui efeknya terhadap faktor-faktor yang berpengaruh langsung. Faktor-faktor tersebut antara lain ketinggian tempat (altitude) kemiringan lereng (slope) dan arah mengahadap lereng (aspek). Ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim antara lain suhu udara dan kelembaban. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi kualitas tempat tumbuh. Pengaruh arah lereng terhadap tempat tumbuh berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tumbuhan. Pada umumnya arah lereng menghadap Utara dan Timur cenderung memberikan kualitas tempat tumbuh yang lebih baik dibanding lereng yang menghadap ke Selatan dan Barat.
*   Tempat Tumbuh
Tanah adalah tempat pohon-pohon tumbuh mempertahankan diri dengan menggunakan perakarannya untuk berpijak dan mengambil air serta zat makanan dalam tanah. Penyusun tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti air tanah, unsur hara, bahan organik, organisme hidup dan udara dalam tanah.
Kesuburan tanah mempengaruhi keadaan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Kesuburan tanah akan berpengaruh terhadap tipe vegetasi yang terbentuk serta berpengaruh terhadap keproduktifan hutan. Oleh karena itu, tanah merupakan salah satu faktor pembatas alam yang memengaruhi pertumbuhan semua spesies tumbuhan, struktur, dan komposisi vegetasi, sehingga akan berpengaruh terhadap tipe hutannya.
Sifat fisik tanah diyakini oleh para ahli lebih penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktivitas tegakan hutan dibanding sifat kimia dan biologisnya. Ketebalan horizon A memiliki hubungan dengan ruang bagi pertumbuhan akar. Permeabilitas dapat digunakan sebagai petunjuk bagi besar kecilnya ruang tumbuh tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi sifat tanah yang lain seperti struktur, porositas, kapasitas memegang air (water holding capacity), kerapatan lindak (bulk density), dan lain-lain
*        Basal area
Basal area ini merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter umumnya dilakukaii pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter setinggi data atau diameter at breast height, DBf). Dalam pengukuran diameter pohon setinggi dada terdapat beberapa ketentuan yang umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu:
·      Bila pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari permukaan tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas pohon;
·      Bila pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah, maka diameter diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon tersebut dianggap sebagai satu individu seperti halnya kalau percabangan terjadi di atas ketinggian 1,3 m di alas tanah). Tetapi bila percabangan terjadi dibawah 1,3 m dari atas tanah, maka masing-masing batang diukur diametemya setinggi dada serta batang-batang tersebut dianggap sebagai individu masing-masing;
·      Bila pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau melebihi setinggi dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas batang dari bentuk tidak normal; dan Sesuai dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur bisa merupakan diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit pohon.
Laar dan Akca (1997) menyatakan profil batang dari individu pohon dipengaruhi oleh posisinya dengan pohon yang lain maupun site-nya,  diantaranya :
1.    Densitas tanah
2.    pemupukan,
3.    perawatan tanaman
4.    perameter atau pengaruh genetik
5.    umur
6.    ukuran tajuk
7.    tempat tumbuh atau kondisi lingkungan seperti pohon yang tumbuh rapat dan soliter, jika tumbuh rapat percabangan sedikit, batang lurus, sedangkan pada pohon yang tumbuh soliter lebih pendek dan memiliki percabangan yang lebih banyak.
D.      Kosien
Umumnya batang pohon semakin meruncing(taper) dari pangkal hingga puncaknya. Faktor keruncingan dapat diukur oleh kusen bentuk (form quotient, q), perbandingan (rasio) antara diameter pada bagian atas batang dengan diameter setinggi dada (dbh).
Macam kosien bentuk:
Ø Kosien bentuk tak murni (q0,5):= rasio antara diameter pada ketinggian setengah tinggi total (d0,5h) dengan diameter setinggi dada (dbh)
Ø Kosien bentuk murni (qm):Rasio antara d0,5h dengan diameter pada ketinggian 1/20 tinggi total
Ø Kosien bentuk mutlak/absolut (qa):= rasio antara diameter pada ketinggian setengah tinggi total yang dihitung dari diameter setinggi dada (d0,5(h−1,3)) dengan diameter setinggi dada (dbh)– Kusen bentuk ini paling banyak dipakai.
E.  Volume Bentuk Batang
Volume pohon adalah ukuran tiga dimensi, yang tergantung dari lbds (atau diameter pangkal), tinggi atau panjang batang, dan faktor bentuk batang.  Cara penentuan volume batang dibedakan antara cara langsung dan cara tidak langsung.Penentuan volume cara langsung hanya bisa dilakukan untuk kayu dalam bentuk sortimen (log), dengan menggunakan alat yang namanya xylometer, yaitu berupa bak persegi yang diisi air.  Sortimen yang akan diukur volumenya dimasukkan ke dalam bak berisi air, volume kayu adalah pertambahan tinggi air dalam bak dikalikan luas penampang bak.  Kalau bak diisi penuh air, maka volume air yang tumpah adalah sama dengan volume kayu yang dimasukkan.  Sedangkan penentuan volume cara tidak langsung, dilakukan dengan metode grafis atau dengan menggunakan persamaan volume.
Penentuan volume metode grafis pada dasarnya adalah dengan cara memplotkan pasangan data diameter atau lbds dan tinggi atau panjang masing-masing pada sumbu absis dan sumbu ordinat dari diagram cartesius, sehingga dapat dibuat garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang berurutan membentuk sebuah kurva yang menggambarkan pola bentuk batang. Kemudian dihitung luas daerah dibawah kurva di atas sumbu absis.  Volume batang adalah luas daerah dikalikan dengan sebuah konstanta yang besarnya tergantung faktor skala dan pengaruh satuan pada absis maupun ordinat.
Bentuk geometris yang paling mendekati bentuk pohon adalah silinder.  Sehingga rumus-rumus penentuan volume batang pada umumnya mengacu kepada rumus volume silinder dengan berbagai macam penyesuaian.  Rumus volume silinder adalah : V = BH ; di mana : B = lbds ; H = tinggi atau panjang.  Untuk pohon di mana nilai diameternya bervariasi dari pangkal hingga ke ujung batang, maka permasalahannya adalah menentukan diameter mana yang akan digunakan untuk menghitung lbds-nya.  Rumus volume silinder terkoreksi menghitung volume dengan menggunakan dbh atau diameter pangkal untuk menghitung lbds-nya, kemudian nilai volume yang diperoleh dikalikan lagi dengan sebuah faktor koreksi yang merupakan faktor bentuk batang (f), sehingga V = BHf.
Beberapa rumus empiris yang banyak dikenal, menentukan volume dengan menggunakan rumus umum volume silinder : V = BH tetapi dengan penyesuaian terhadap diameter yang digunakan untuk menghitung lbds-nya, misalnya rumus Brereton mengggunakan diameter yang merupakan rata-rata diameter pangkal dan ujung untuk menghitung lbds-nya ; rumus Smalian menggunakan lbds yang merupakan rata-rata lbds pangkal dan ujung ; rumus Huber menggunakan diameter tengah untuk menghitung lbds-nya ; sedangkan rumus Newton menggunakan lbds yang merupakan rata-rata lbds pangkal, tengah dan ujung di mana lbds tengah diberi bobot empat kali lbds lainnya ; dan lain-lain.  Wiant, Wood dan Furnival (1992) menyatakan bahwa rumus Newton sudah sejak lama diakui sebagai rumus paling akurat untuk pendugaan volume log, dibanding rumus-rumus empiris lainnya.  Rumus Newton dapat digunakan baik untuk bentuk silinder, paraboloid, konoid maupun neiloid.
 Tabel 1.  Beberapa rumus penduga volume log
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
Nama                                    R u m u s
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
Brereton                   V = ((p/4)((b+s)/2)2)L                        
Huber                       V = ML                                              
Smalian                    V = ((B+S)/2)L                                  
Newton                    V = ((B+4M+S)/6)L              
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
di mana :
V = dugaan volume log (m3)                      p = nilai phi = 3,14159…
b = diameter pangkal log (cm/100)            s = diameter ujung log (cm/100)
B = lbds pangkal log (m2)              M = lbds tengah-tengah log (m2)
S = lbds ujung log (m2)                              L = panjang log (m)
Dengan dasar pemikiran bahwa volume batang adalah merupakan bentuk benda putar dari fungsi tapernya, dan volume batang pada hakekatnya adalah merupakan penjumlahan dari lbds-lbds setiap titik dari pangkal hingga ke ujung batang, maka volume batang dapat dihitung melalui integrasi fungsi tapernya.  Apabila fungsi tapernya adalah : d = f(h) maka :
Ve = ¼ d² dh.  Untuk mengoreksi adanya kemungkinan bias dugaan volume akibat ketidaksesuaian fungi taper dalam menggambarkan pola bentuk batang yang sesungguhnya Gregoire, Valentine dan Furnival (1986) mengembangkan metode pendugaan volume batang yang disebut importance sampling, yaitu : V = Ve x A/a ; di mana : A/a adalah sebuah faktor koreksi yang merupakan rasio lbds ; A = lbds dengan menggunakan diameter yang sebenarnya pada titik tertentu di batang yang ditentukan secara acak ; sedangkan a = lbds pada ketinggian yang sama dengan A tapi menggunakan diameter yang diduga melalui fungsi tapernya.  Selanjutnya, Wood, Wiant, Loy dan Miles (1990) mengemukakan bahwa berdasarkan simulasi yang dilakukannya apabila pengacakan untuk menentukan ketinggian tempat diameter diukur dilakukan secara berulang-ulang maka rata-rata ketinggian tempat diameter di ukur tersebut akan terletak pada ketinggian setengah dari total volume batang.  Titik tersebut diperkenalkan sebagai titik centroid volume dan importance sampling dimodifikasi menjadi centroid sampling.  Wiant, Wood dan Furnival (1992), mengkombinasikan metode centroid (centroid sampling) dengan rumus Newton (catatan : rumus Newton diyakini sebagai rumus empiris terbaik dalam menduga volume batang untuk berbagai bentuk batang, dibanding rumus-rumus empiris penduga volume lainnya), sehingga pada akhirnya diperoleh rumus penduga volume yang disebut rumus centroid :
V = SL + (b1L2)/2 + (b2L3)/3   di mana :
S = lbds ujung log (m2)                     L = panjang log (m)
b1  = (B-S-b2L2)/L                           b2  = (B-C(L/q)-S(1-L/q))/(L2-Lq)
B = lbds pangkal log (m2)                  C = lbds pada posisi centroid volume (m2)
s = diameter ujung log (m2)                b = diameter pangkal log (m)
q   = (((b/s)4 + 1)0.5- 20.5)/(20.5((b/s)2- 1)) L (m)
 Latifah (1994), Krisnawati (1994) dan Elviadi (1994), masing-masing menggunakan 120 log meranti (Shorea spp.), keruing (Dipterocarpus spp.)dan ramin (Gonystylus spp.) di Propinsi Kalimantan Tengah untuk membandingkan performansi tujuh buah rumus (Brereton, Smalian, Huber, Bruce, Patterson Clark, Newton dan Centroid) dalam pendugaan volume log.  Penelitian yang sama dilakukan Muhdin (1997) dengan menggunakan 499 log meranti (Shorea spp.) di Propinsi Riau.  Secara umum rumus Newton dan Centroid merupakan rumus terbaik untuk pendugaan volume log meranti maupun keruing, sedangkan Patterson Clark terbaik untuk jenis ramin.  Dari penelitian Bustami (1995) yang menggunakan 157 log Pinus merkusii di Jawa juga diperoleh kesimpulan bahwa rumus Newton dan Centroid merupakan rumus terbaik untuk pendugaan volume log P. merkusii.
Cara penentuan volume pohon yang paling praktis adalah dengan menggunakan tabel volume pohon.  Tabel volume pohon adalah suatu tabel yang berisi nilai-nilai dugaan volume pohon pada ukuran diameter atau diameter dan tinggi pohon tertentu.  Berdasarkan peubah penduga yang digunakan, tabel volume pohon dibedakan menjadi : tabel volume lokal, tabel volume baku dan tabel volume dengan kelas bentuk.  Tabel volume lokal atau dikenal juga dengan istilah tariff volume adalah tabel volume dengan menggunakan dbh sebagai penduganya.  Tabel volume baku adalah tabel volume dengan menggunakan dbh dan tinggi pohon sebagai peubah penduganya.  Tabel volume dengan kelas bentuk adalah semacam tabel volume baku yang dibuat untuk setiap kelas bentuk batang.
     Diantara ketiga macam tabel volume tersebut, yang paling praktis adalah tabel volume lokal yang hanya menggunakan dbh sebagai peubah penduga, namun secara teoritis memiliki ketelitian yang lebih rendah dibanding tabel volume baku dan tabel volume dengan kelas bentuk.  Tabel volume dibuat berdasarkan persamaan volume yang disusun dengan persamaan regresi.  Persamaan regresi terbaik biasanya dipilih dari berbagai macam persamaan yang dicobakan terhadap data yang dimiliki.  Dari sekian banyak persamaan regresi yang dapat dicoba, persamaan :  V =  aDb  (di mana :  V = volume pohon ; D = dbh ;  a, b = konstanta), adalah persamaan regresi yang paling banyak digunakan.  Selain alasan kesederhanaan model dan kepraktisan karena hanya menggunakan dbh sebagai peubah penduga, juga model tersebut adalah model yang secara matematis memiliki kerangka pemikiran (landasan teoritis) yang jelas.  Persamaan  V =  aDb dikenal juga sebagai persamaan Berkhout (Loetsch, Zohrer dan Haller, 1973).  Suhendang (1993) dalam Wood dan Wiant (1993), menyatakan bahwa menurut Bruce dan Schumacher (1950), penurunan model Berkhout tersebut adalah sebagai berikut :
1.            Volume sebuah pohon dapat dinyatakan sebagai:  V = ¼p(D/100)²Hf; di mana: V = volume (m³);  D = dbh (cm);  H = tinggi pohon (m);  f = angka bentuk
2.            Untuk jenis pohon tertentu yang memiliki angka bentuk tertentu, maka f adalah konstanta, dan (¼p/10000)f  = a  adalah konstanta juga.  Sehingga persamaan volume di atas menjadi :  V = aD²H
3.            Apabila volume meningkat proporsional terhadap pangkat tertentu dari D dan H (masing-masing selain 2 dan 1), maka persamaan volume menjadi : V = aDgHh
4.            Apabila terdapat hubungan yang erat antara D dengan H, maka keragaman V yang disebabkan oleh keragaman H dapat dijelaskan oleh keragaman D, atau sebaliknya.  Atas dasar itu maka V dapat diduga oleh D atau H saja, sehingga persamaan volume menjadi :   V = aDb   atau V = aH.  Persamaan V = aDb   banyak dipakai dan lebih disukai karena        D = dbh lebih mudah diukur dari pada tinggi pohon (H).
Asumsi yang mendasari berlakunya tabel volume lokal pada sebuah areal hutan (tegakan) adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki ukuran diameter sama maka akan memiliki tinggi dan angka bentuk batang yang sama pula sehingga dengan demikian akan memiliki volume pohon yang sama pula.  Sedangkan asumsi yang melandasi berlakunya tabel volume baku adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki dbh dan tinggi pohon yang sama maka akan memiliki angka bentuk batang yang sama pula, sehingga akan memiliki volume pohon yang sama juga.
Penaksiran volume pohon dari sampel lapangan dan tegakan dilakukan melalui pengukuran karateristik dari pohon tersebut seperti diameter, tinggi dan tebal kulit. Dalam volume tegakan sangat penting dan diperlukan dalam pemanenan. Volume pohon merupakan fungsi dari tinggi dan diameter pohon (Simon, 2007).
Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran. Perbedaan diameter pada batang macam bentuk batang yaitu (Husch, 1987) :
1.      Pada batang, bentuk neiloid
2.      Pada bagian tengah, bentuk silinders atau paraboloid
Bentuk slindris adalah bagian pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian panjang dengan bagian ujung dari batang tersebut. Bentuk paraboloid berarti diameter ujung lebih kecil dengan perubahan yang melengkung ke arah poros pada bagian ujung batang.
3.      Pada bagian ujung (konus)
Biasanya bentuk batang yang berbeda-beda ini, volume tiap bentuk batang dapat ditaksir atau dihitung dengan rumus yang berbeda-beda pula. Rumus volume untuk ketiga macam masing-masing bentuk batang tersebut adalah sebagai berikut:
A. Bagian pangkal (neiloid):
V= πL/20 (D2+D3/2d1/2+Dd+D3/2+d2)
B. Bagian tengah (Parabolid)
V= πL/20 (D2+d2)
Untuk silindris berarti D=d
C. Bagian atas (konus)
V= πL/20 (D2+Dd+d2)
Dimana , (V)=volume batang, (L)= Panjang batang, (D)= Diameter batang bagian pangkal, (d) = diameter batang bagian ujung (Avery dan Bukhart, 1983).
Penampang melintang suatu batang pada umumnya tidak teraturseperti pada bentuk lingkaran. Dibagian pangkal pohon, bentuk penampang lintang tersebut bahkan sangat jauh berbeda dengan bentuk lingkaran. Ketidakteraturan bentuk batang dipangkal pohon ini disebabkan karena pengaruh arah angin yang tetap dan lereng. Adapula penelitian berpendapat bahwa bentuk batang menyerupai elips tersebut ada kaitannya dengan bidang maknetik bumi. Banayk pohon-pohon tropis yang memiliki akar banir atau akar papan, yang membuat penampang lintang pohon sama sekali tidak menyerupai lingkaran atau elips (Herwiyono, 2000).
Bentuk penampang lintang bagian pangkal pohon yang cenderng eksentik itu maka dalam pengukuran diameter diambil pada setinggi dada, tidak lebih rendah dari itu. Bahkan untuk pohon-pohon berbanir, yang tingginya sering mencapai 2 meter atau lebih, pengukuran diameter harus dilakukan pada 20-25 cm diatas ujung banir. Untuk pohon-pohon yang tidak berbanir ternyata ada korelasi yang kuat antar diameter setinggi dada dengan volume batang ternyata ada kelemahan (Dephut, 1998).
Seperti diketahui, volume batas pohon beda dengan volume slindris oleh karena adanya faktor bentuk pohon. Bentuk pohon dapat ditunjukkan oleh:
1.      Bilangan bentuk
2.      Kolsien bentuk
Bilangan bentuk f diperoleh dengan membandingkan volume nyata batang pohon dengan volume silindris yang dihitung berdasarkan dari daimeter tertentu. Apabila diameter yang digunakan untuk menghitung volume silindris tersebut adalah diameter pangkal (Do) maka bilangan bentuk diperoleh Fo disebut sebagai bilangan bentuk tulen (Simon, 1987).
Diameter pangkal batang tidak lazim diukur dan baisa diukur dengan menggunakan dbh. Oleh karena itu bilangan bentuk murni atau tulen, rumus yang dapat dituliskan
Fo= V pohon/Volume silindris (Do)
Fb= V pohon/Volume silindris (Dbh)
Penaksiran volume pohon yang masih berdiri dapat dipisahkan menjadi 4 cara yaitu(Husch, 1987) :
1.      Penaksiran secara okuler
2.      penaksiran volume tegakan dengan persamaan dan tabel volume
3.      Penaksiran volume dengan mengukur batang pada berbagai ketinggian
4.      Penaksiran volume dengan model pohon
Apabila digunakan diameter setinggi dada, yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang lintang 1,3 meter dari permukaan tanah. Karena pada dasarnya bentuk pohon tidak persis bualat seperti lingkaran, maka digunakan caliper pengukuran diameter dilakukan dua kali, yaitu dengan arah pengukuran yang bersudut 900,dari dua kali pengukuran tersebut kemudian dihitung rata-rata untuk memperoleh ukuran–ukuran diameter yang digunakan (Herwiyono, 2000).
Oleh karena secara umum bentuk pohon berpariasi menurut jensi atau kelompok jenis dan dari satu lokasi kelokasi lainnya,maka dalam penyusunan perangkat pendugaan volume perlu memperhaitkan karateristik tersebut perangkat penduga volume pohon yang bersifat umum adalah unutk berbagai jenis dan lokasi hutan dapat menyebabkan hasil dugaan yang kurang telit, tidak akurat sehingga informasi masa tegakan yang dihasilkan bisa under atau estimate (Sutanto, 1986).
Perhitungan nilai faktor bentuk dapat berbeda-beda bergantung pada diameter mana yang akan dipakai sebagai dasar pada umumnya dikenal ada tiga macam faktor bentuk yaitu (Anonim, 1990) :
1.      Faktor bentuk yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter pada pangkal pohon atau diameter setinggi dada, tetapi volume batang hanya dihitung bagian atas saja.
2.      Faktor bentuk nyata yaitu didasarkan pada diameter batang pada ketinggian tertentu, proporsional terhadap tinggi pohon.
3.      Faktor bentuk buatan yaitu didasarkan pada diameter setinggi dada, tetapi volume dihitung mulai dari pangkal pohon. Mempunyai kekurangn yang teoritis karena tidak dapat dibandingkan dengan faktor bentuk yang lain. Keunutungannya hanya mudah dalam pelaksanaan pengukurannya.
F.       Modifikasi Batang
Batang pada suatu tumbuhan dapat mengalami sutau modifikasi menjadi bentuk-bentuk lain antara lain:
1.    Rimpang (rhizoma). Rimpang sesungguhnya adalah batang beserta daunnya yang berada di bawah tanah, bercabang-cabang dan tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu tanaman baru. Rimpang selain sebagai alat perkembagbiakan juga merupakan tempat penimbunana zat-zat cadangan makanan, misalnya pada tasbih (Canna udulis Ker.) Dan kerut (Maranta arundinacae L.).Bahwasannya alat ini adalah penjelmaan batang dan bukan akar, dapat dilihat dari tanda-tanda berikut :
·         Beruas-ruas, berbuku-buku, akar tidak pernah bersifat demikian. Ruas biasanya pendek dan tebal seperti pada lengkuas.
·         Berdaun, tetapi daunnya telah menjelma menjadi sisik-sisik, daun yang melekat pada buku berbentuk sisik yang tipis seperti selaput dan tidak hijau.
·         Mempunyai kuncup-kuncup.
·         Tumbuhnya tidak ke pusat bumi atau air, malahan kadang-kadang lalu ke atas, muncul di atas tanah.
Diujungnya yang termuda rimpang tumbuh monopodial atau sipodial, dan tunas terminal dapat tumbuh tegak menghasilkan batang yang mengelilingi pelepah daun serta diujungnya menghasilkan bunga. Dalam hal itu percabangan terjadi karena ketiak didekatnya tumbuh horisontal dan memperpanjang rimpang. Sementara itu bagian proksima (pangkal), membusuk. Jika pembusukan mencapai bagian yang panjang maka kedua cabang akan terpisah sehingga terjadilah ramet baru.
2.      Umbi lapis (bulbus). Juga umbi lapis ini jika ditinjau asalnya adalah penjelmaan batang berserta daunnya. Umbi ini dinamakan umbi lapis, karena memperlihatkan susunan yang berlapis-lapis, yaitu yang terdiri atas daun-daun yang telah menjadi tebal, lunak dan berdaging, merupakan bagian umbi yang menyimpan zat makanan cadangan, sedang batangnya sendiri merupakan bagian yang kecil pada bagian bawah umbi lapis itu. Umbi ini terselubung oleh lapisan luar yang kering dan tipis seperti selaput. Penutup yang juga dinamakan tunika berperan sebagi pelindung terhadap kekeringan dan luka mekanik terhadap umbi. Sisik berdaging tersusun sebagai lapisan kontinu dan konsentris sehingga berstruktur padat.
Pada umbi lapis dapat dibedakan bagian-bagian berikut:
Subang atau cakram (disicus). Bagian inilah yang merupakan batang yang sesungguhnya, tetapi hanya kecil dengan ruas-ruas yang amat pendek, mempunyai bentuk seperti cakram, padanya terdapat pula kuncup-kuncup.
·         Sisik-sisik (tunika atau squama), yaitu bagian yang merupakan penjelmaan daun-daunnya yang menjadi tebal, lunak dan berdaging, yang seperti telah di sebutkan, merupakan bagian tempat untuk menyimpan zat makanan cadangan.
·         Kuncup-kuncupnya (gemmae), yang dapat di bedakan lagi dalam:
o Kuncup pokok (gemma bulbi), yang sesungguhnya adalah kuncup ujung, yang terdapat pada bagian atas cakram yang tumbuh ke atas mendukung daun-daun biasa, serta bunga.
o Kuncup samping, yang biasanya tumbuh merupakan umbi lapis kecil-kecil, berkelompok di sekitar umbi induknya. Bagian ini dinamakan siung (bulbus) atau anak umbi lapis, seperti misalnya pada bawang merah (Allium cepa L.).
·         Akar-akar serabut terdapat pada bagian bawah cakram.
Cabang pembelit (sulur dahan atau sulur cabang), yaitu alat pembelit yang terjadi dari cabang atau tunas, yang biasanya terlihat dari tempatnya, yaitu dalam ketiak daun atau berhadapan dengan daun, dan seringklali masih mendukung daun-daun kecil, misalnya pada air mata pengantin (Antigonon leptatus Hook et Arn.), markisah (Passiflora quadrangularis L.).
2.    Duri dahan (spina caulogenum), jika merupakan penjelmaan dahan atau cabang, misalnya pada bugenvil (Bougainvillae spectabilis Willd.). Bagian tengah terdiri dari kayu yang bersambungan dengan bagian kayu dalam batang.
3.    Geragih (flagellum, stolo) atau stolon adalah cabang yang panjang dan ramping yang berkembang dari tunas ketiak daun-daun di bagian bawah batang. Geragih berbaring di atas tanah. Pada buku-bukunya kuncup ketiak tumbuh menghasilkan daun-daun pada sumbu baru yang tegak, sedangkan di bagian bawahnya dibentuk akar sehingga terjadilah tanaamn yang baru. Jika bagin geragih diantara dua buku itu dihancuurkan dan mati akan terdapapt tanaman-tanaman baru yang saling berpisah.
G. Sifat Batang, Fungsi Batang Dan Bagian-Bagian Batang Berdasarkan Kegunaanya, Serta Perkembangan Batang
Sifat Batang Secara umum, batang pun memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
 a. Umumnya berbentuk panjang bulat seperti silinder atau dapat pula mempunyai bentuk lain, akan tetapi selalu bersifat aktimorf, artinya dapat dengan sejumlah bidang dibagi menjadi dua bagian yang setangkup.
b. Terdiri atas ruas-ruas yang masing-masing dibatasi oleh buku-buku, dan pada buku-buku ini terdapat daun.
 c. Tumbuhnya biasanya ke atas, menuju cahaya atau matahari (bersifat fototrop atau heliotrop)
 d. Selalu bertambah panjang di ujungnya oleh sebab itu sering dikatakan bahwa batang mempunyai pertumbuhan yang tidak terbatas.
e. Mengadakan percabangan dan selama hidupnya tumbuhan tidak digugurkan kecuali kadang-kadang cabag atau ranting yang kecil.
 f. Umumnya tidak berwarna hijau kecualai tumbuhan yang umurnya pendek, misalnya rumput dan waktu batang masih muda.
Batang pada umunya terdiri dari sumbu tegak dengan daun-daun melekat padanya.dalam bentuk ini tugas utama batang adalah sebgai berikut:
1.    Mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada di atas tanah, yaitu daun, bunga dan buah.
2.     Berlaku sebagai jalur translokasi air dan garam-garam mineral ke daun dan titik-titik tumbuh, dan bahan organik dari tempat pembentukannya di daun ke semua bagian dari tubuh.
3.    Batang dapat terspesialisasi serta termodifikasi bentuknya sebagai tempat penimbunan cadangan makanan.
4.    Sebagai alat perkembangbiakan.
5.    Memperkuat tubuh tanaman, dilakukan dengan dua cara:
a.       Pada batang yang masih muda, sel-selnya diperkuat oleh selulosa dan turgor.
b.      Pada batang yang sudah tua, kekuatanya ditunjang oleh sel-sel yang mengandung lignin.
6.      Dengan percabangannya memperluas bidang asimilasi. Dan menempatkan bagian-bagian di dalam ruang sedemikian rupa, sehingga dari segi kepentingan tunbuhan bagian-bagian tadi mendapat terdapat pada posisi paling menguntungkan.
Bagian-bagian Batang Menurut kegunaannya batang dapat digolongkan menjadi yaitu :
1. Bagian pangkal umumnya tak bermata kayu, digunakan untuk kayu pertukangan yang baik.
2. Bagian tengah digunakan untuk indutri kayu ubah bentuk ( kertas, triplek dll)
3. Bagian percabangan dikhususkan untuk industri kayu.
4. Bagian cabang dan ranting dimanfaatkan untuk kayu bakar.
Dari  musim ke musim dari tahun ke tahun, pertumbuhan tumbuhan mengubah ligkungan sekitar kita, seperti halaman, kampus, tanah kosong, pepohonan, dan bentangan alam dalam komunitas kita. Pertumbuhan tumbuhan dari sebuah biji adalah suatu perubahan yang sangat menakjubkan. Tahapan paling awal pertumbuhan ini adalah dari perkecambahan biji dan munculnya bibit.
Selama tumbuhan masih mampu untuk bertahan hidup, tumbuhan dapat tumbuh tidak terbatas karena tumbuhan mempunyai jaringan embrionik yang selalu tersedia, yang disebut meristem, pada daerah pertumbuhan. Sel-sel meristem membelah terus untuk menghasilkan sel-sel baru. Beberapa produk pembelahan ini tetap berada pada daerah meristem untuk menghasilkakn lebih banyak lagi sel, sementara yang lain menjadi terspesialisasi dan digabungkan ke dalam jaringan organ tumbuhan yang sedang tumbuh. Sel-sel yang terspesialisasi berfungsi untuk menghasilkan sel-sel baru di dalam meristem disebut inisial atau permulaan. Sel-sel baru yang digantikan  dari merirstem, yang disebut derivatif atau turunan, terus membelah selama beberapa saat, sampai sel yang mereka hasilkan mulai mengalami spesialisasi di dalam jaringan yang sedang berkembang.
Pola pertumbuhan tumbuhan bergantung pada letak meristem. Meristem apikal berada pada ujung akar dan pada puncuk tunas, menghasilkakn sel-sel bagi tumbuhan untuk tumbuh memanjang. Pemanjangan ini yang disebut pertumbuhan primer, memungkinkan akar membuat jalinan di dalam tanah dan tunas untuk meningkatkan pemaparanya terhadap cahaya matahari dan CO2. Pada herba (bukan tumbuhan berkayu), yang terjadi hanya pertumbuhan primer. Namun demikian, pada tumbuhan berkayu terdapat juga pertumbuhan sekunder, karena adanya aktivitas penebalan secara progresif pada akar dan tunas yang terbentuk sebelumya oleh pertumbuhan primer. Pertumbuhan sekunder adalah produk meristem lateral, silinder-silinder yang terbentuk dari sel-sel yang membelah ke samping di sepanjang akar dan tunas. Meristem lateral ini mengantikan sel dermis dangan jaringan dermis sekunder, seperti kulit yang lebih tebal dan keras, dan meristem lateral juga menambah lapisan jaringan pembuluh. Kayu adalah xilem sekunder yang terakumulasi selama bertahun-tahun.
Pada tumbuhan berkayu, pertumbuhan primer dan sekunder terjadi pada waktu yang bersamaan akan tetapi pada lokasi yang berbeda. Pertumbuhan primer dibatasi pada bagian termuda tumbuhan seperti ujung akar dan tunas, dimana terletak meristem apikal. Meristem lateral terletak dan berkembang di daerah yang sedikait lebih tua pada akar atau tunas yang agak jauh dari ujung. Pada tempat tersebut terjadi pertumbuhan sekunder untuk menambah diameter organ. Bagian tertua dari akar atau tunas misalnya pada pangkal cabang pohon memiliki akumulasi jarinagn sekunder yang paling bersar yang dibentuk meristem lateral. Setiap musim tumbuh, pertumbuan primer menghasilkan perbesaran bagian muda pada akar dan tunas, sementara pertumbuhan sekunder menebalkan dan menguatkan bagian yang lebih tua tumbuha tersebut.
Ø Pertumbuhan Primer
Meristem apikal dari suatu tunas adalah suatu massa sel yang berbentuk kubah yang membelah pada ujung tunas terminal. Daun uncul sebagai bakal daun pada sisi yang mengapit meristem apikal. Tunas aksiler akan berkembang dari kumpulan sel meristematik yang ditingalkan oleh meristem apikal pada pangkal empelur bakal dari daun. Sebagian besar pemanjangan tunas sesungguhnya terjadi melalui pertumbuhan ruas yang sedikit lebih tua di bawah ujung ruas tersebut. Pertumbuhan ini disebabkan oleh pembelahan sel dan pemanjangan sel di dalam ruas tersebut. Pada beberapapa tumbuhan, termasuk rumput-rumputan, ruas terus memanjang sepanjang panjang tunas tersebut selama periode yang lama. Hal ini dimungkinkan karena tumbuhan tersebut memiliki daerah meristematik, yang disebut meristem interkalari, pada pamgkal masing-masing ruas.
Pada beberapa spesies tumbuhan, pembentukan tunas lateral tidak terjadi sebelum daun lebih tua. Bakal tunas dapat juga terjadi di tempat lain dan disebut tunas tambahan atau tunas adventif. Pembentukannya adalah dengan cara diferensiasi sel yang bersifat parenkim. Kebanyakan tunas tambahan dibentuk secara eksogen, artinya dari jaringan di dekat permukaan. Tunas aksiler bisa saja membentuk cabang dari sistem tunas pada suatu saat nanti. Cabang sistem tunas berasal dari tunas aksiler, yang berlokasi pada permukaan suatu tunas utama. Jaringan pembuluh dari suatu batang berada dekat dengan permukaan, dan cabang-cabang dapat berkembang dengan adanya sambungan ke jaringan pembuluh tanpa harus berasal dari bagian paling dalam di dalam tunas utama. Perkembangan buku dan ruas di dalam ujung tunas, yang dimiliki suatu konstruksi moduler suatu rentetan segmen, yang masing-masing terdiri dari sebuah batang, satu atau lebih daun dan suatu tunas aksiler yang berkait dengan masing-masing daun.
Pada kenyataanya, meristem apikal dapat berubah dari satu fase perkembangan ke satu perkembangan yang lain selama sejarahnya. Salah satu peruabahan fase dalam pertumbuhan vegetatif (memnghasilakan daun) ini adalah dari keadaan juvenil ke keadaan dewasa (terlihat pada perubahan morfologi daun). Pada beberapa kasus ujung tunas mengalami suatu perubahan kedua, yaitu dari keadaan vegetatif dewasa ke keadaan reprodukti (pembentukan bunga).
Ø Pertumbuhan Sekunder
Penambahan tinggi yang dicapai oleh pertumbuhan di meristem apeks sering disertai penambahan tabal batang. Penebalan itu disebabkan oleh pertumbuhan sekunder akibat aktivitas kambium pembuluh yang menambah jumlah jaringan pembuluh. Pertumbuhan sekunder terutama terjadi pada suatu batang utama dan cabangnya serta kadang-kadang tampak pula pada daun, tertutama pada tangkai daun dan ibu tulang daun. Beberapa tunbuhan dikotil basah dan kebanyakan monokotil tidak memiliki pertumbuhan sekunder.
Sebaian besar tumbuhan pembuluh mengalami pertumbuhan sekunder, yang meningkatkan diameter dan panjangnya. Tubuh sekunder tumbuhan terdiri dari jaringan yang dihasilkan selama pertumbuhan sekunder diameter. Dua meriatem lateral yang berfungsi dari pertumbuhan sekunder yaitu: kambium pembuluh yang menghasilkan xilem sekunder (kayu) dan floem, serta kambium gabus, yang menghasilkan suatu penutup keras dan tebal yang mengantikan epidermis pada batang dan akar. Pertumbuhan sekunder terjadi pada semua gimnosperma. Pada angiosperma, pertumbuhan pada sekunder berlangsung pada sebagin besar spesies dikotil tetapi jarang spesies monokotil.
Kambium pembuluh adalah satu suatu silinder yang tersusun dari sel-sel meristematik yang membentuk jaringan pembuluh sekunder. Akumulasi  jarinagn pembuluh sekunder ini selama bertahun-tahun, bertanggung jawab atas sebagin besar pertambahan diameter tumbuhan berkayu. Kambium pembuluh menghasilkan xilem sekunder ke arah dalam dan floem sekunder ke arah luar. Sejalan dengan waktu, diameter pohon bertambah besar seiring dengan bertambah meningkatnya diameter silinder kambium pembuluh, yang membentuk lapisan jaringan sekunder secara suksesif, dengan diameter yang lebih besar dibanding diameter sebelumnya.
Dalam tumbuhan dikotil semusim yang kecil dan sebagin besar tumbuhan monokotil, semua sel dalam tubuh tumbuhan dihasilkan oleh meristem-meristem ujung, dan karen itu tumbuhan tersebut menyelesaikan seluruh daur hidupnya dengan pertumbuhan primer. Tetapi dalam sebagin besar dikotil, terutama tumbuhan berkayu menahun yang dari tahun ke tahun terus tumbuh, tubuh primer tubuhan ditambah denagan pembentukan jarinagn sekunder yang menambah ketebalan sumbu tumbuhan.
Pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder terjadi secara bersama pada bagian batang yang berbeda-beda. Pada saat meristem apikal memanjangkan batang dengan cara memnghasilakan jaringan primer, termasuk xilem dan floem primer dalam bentuk berkas pembuluh, pertumbuhan sekunder mulai semakin jauh di bawah tunas. Pertambahan jaringan pembuluh sekunder mengubah bentuk bagian yang lebih tua pada suatu batang.
Setelah meristem apikal memanjangkan suatu tunas, tubuh primer tumbuhan tunas muda membuat perubahan dari pertumbuhan primer ke pertunbuhna sekunder dengan membentuk kambium pembuluh dari sel-sel parenkima yang mampu merubah sel-sel itu menjadi meristematik kembali. Meristem ini terbentuk dalam suatu lapisan antara xilem primer dan floem primer dari masing-masing berkas pembuluh dan dalam lempemgan jaringan dasar di antara berkas. Pita-pita meristematik di dalam berkas dan lempengan pembuluh menyatu membentuk kambium pembuluh sebagai suatu silinder kontinu yang tersusun dari sel-sel yang membelah  di sekitar xilem primer dan empelur batang. Lempengan jaringan xilem dan floem, yang sebagian besar terdiri dari paremkim, berfungsi sebagai sarana sistem transpor radial air dan nutrien di dalam suatu batang berkayu, serta untuk menyimpan pati dan cadangan makanan lainnya. Sementara pertumbuhan sekunder barjalan terus-menerus selama bertahun-tahun, lapisan demi lapisan xilem sekunder akan terakumulasi membentuk kayu. Kayu sebagian besar terdiri dari trakeid, unusur pembuluh (pada angiosperma), dan serat. Sel-sel ini, mati pada kematangan fungsional dan memiliki dinding tebal berlignin yang memberi kekerasan dan kekutan pada kayu.























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Batang yang memiliki nama latin caulis, merupakan salah satu organ tubuh tumbuhan yang tergolong cormophyta (tumbuhan yang dengan nyata memperlihatkan diferesiansi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar, batang, dan daun). Bentuk Batang dapat didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama. Sedangkan volume batang yaitu ukuran isi atau kapasitas benda padat yang diekpresikan dalam pangkat tiga seperti m3.
Secara umum terdapat tiga macam bentuk batang berdasarkan perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian (Chapman dan Meyer, 1949):
a) Pada pangkal : bentuk neiloid, b) Pada bagian tengah : bentuk silindris atau paraboloid. Bentuk silindris adalah bagian tengah pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal serta ujung. Bentuk paraboloid berarti diameter ujung kecil dengan perubahan yang melengkung ke arah poros batang pada bagian ujung batang, c) Pada bagian ujung pohon : bentuk konus.
B. Saran
Pada umumnya setiap pohon mempunyai bentuk yang berbeda. Tiap jenis mempunyai bentuk pohon yang khas dan berbeda dengan bentuk pohon yang lainya dan bahkan jenis yang sama, bentuk pohon dapat berubah. Oleh karena itu perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti tempat tumbuh dan kondisi lingkunganya.






DAFTAR PUSTAKA
Askar. 2007. Pendugaan Volume Batang Tectona grandis L.f. Berdasarkan Integrasi  Persamaan Taper (Studi Kasus Hutan Rakyat Tersertifikasi Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 20.00 Wita.
Bustomi, S., Harbagung, Wahyono, J. dan Parthama IBP. 1998. Petunjuk Teknis
Tatacara Penyusunan Tabel Volume. Info Hutan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Indonesia. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 21.00 Wita.
Laar, A. dan Akca, A. 1997. Forest Mensurations. Cuvilier Verlag. Gottingen.
Muhdin. 2003. Dimensi Pohon dan Perkembangan Metode Pendugaan Volume.Diakses tanggal 20 Juli 2010.http://rudyct.com/PPS702-ipb/07134/muhdin.com. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 22.00 Wita.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 22.20 Wita.
Simon. 1987. Manual Inventori hutan. UI Press. Jakarta. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 23.20 Wita.
Simon. 2007. Metode Inventore hutan. Pustaka Pelajar. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 23.50 Wita.
http://ninityulianita.wordpress/morfologi tumbuhan 12. Diakses pada hari minggu   tanggal 30 maret pukul 19.50 Wita.





LAMPIRAN



TANDA TANGAN KELOMPOK 3

DADANG ANUGRAH                    (                                                   )
A.SURYA ASHARI                          (                                                  )
MASNAWIYAH                               (                                                   )
SRI MULIYANI                                (                                                   )
NUR INDA SARI                             (                                                   )
YOLANDA                                        (                                                  )
CHAERIA ANILA                            (                                                  )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar