BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tumbuhan biasa dikenal sebagai tonggak dari sebagian
besar ekosistem teresterial (daratan).Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan
yang amat penting, dan mengingat tempat dan kedudukan batang bagi tubuh
tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan, sedangkan
kayu merupakan produk yang sangat
penting dalam kegiatan pengusahaan hutan. Seiring dengan perkembangan zaman,
industri perkayuan membutuhkan kayu dengan limit diameter tertentu yang
besarnya dapat berubah.
Diameter adalah sebuah dimensi dasar dari sebuah
lingkaran. Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua buah
titik pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu)
batang. Diameter batang adalah dimensi pohon yang paling mudah diperoleh/diukur
terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada
umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan
dapat diperoleh tak hingga. Angka Bentuk Batang (f) didefinisikan sebagai
perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume
silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama.
Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume silindernya,
angka bentuk dibedakan atas : (1) angka bentuk mutlak ; (2) angka bentuk buatan
; (3) angka bentuk normal. Angka bentuk mutlak (absolute form factor) adalah
angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter
pada pangkal batang. Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka
bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh. Sedangkan
angka bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah angka bentuk
di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada
ketinggian 1/10 tinggi pohon. Oleh karena dbh biasa digunakan sebagai ciri
diameter pohon, maka angka bentuk yang sering digunakanpun adalah angka bentuk
buatan. Dalam kenyataannya tidak ada pohon yang memiliki bentuk geometris
sempurna seperti frustum-frustum tersebut. Oleh karena itu, bentuk batang harus
dipergunakan bentuk koreksi dalam menentukan volume. Untuk
mendapatkan gambaran tentang karakteristik pohon sebagai penentu volume
pohon, dalam
tulisan ini akan diuraikan tentang bentuk batang, bilangan bentuk, dan kosien.
A. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengertian batang, pengertian bentuk batang dan volume batang ?
2. Bagaimana bentuk batang pada suatu pohon?
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi bentuk batang ?
4. Bagaimana kosien dalam suatu pohon?
5.
Bagaimana
volume bentuk batang?
6.
Bagaimana
modifikasi batang?
7.
Bagaimana
sifat batang, fungsi batang dan bagian-bagian batang berdasarkan kegunaanya
serta bagaimana perkembangan batang itu?
B. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memberikan
pemahaman kepada mahasiswa mengenai pengertian batang, bentuk batang, dan
volume batang serta mampu memahami , faktor-faktor yang mempengaruhi batang,
volume batang,koesien dan juga dapat
menjelaskan modifikasi batang, sifat batang, fungsi batang dan bagian-bagian
batang itu sendiri dan perkembanganya batang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Batang, Bentuk Batang dan Volume Batang
Batang yang memiliki nama latin caulis, merupakan salah satu
organ tubuh tumbuhan yang tergolong cormophyta (tumbuhan yang dengan nyata
memperlihatkan diferesiansi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar, batang, dan
daun). Batang merupakan bagian tumbuhan yang amat penting, dan mengingat tempat
serta kedudukan batang bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu
tubuh tumbuhan. Pada umumnya, batang merupakan tempat tumbuhnya organ tubuh
tumbuhan yang lain seperti tangkai, buah, daun, dan bunga.
Bentuk batang
berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan
tinggi pengukuran. Bentuk Batang dapat pula didefinisikan sebagai
perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume
silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama. Sedangkan volume batang yaitu ukuran isi atau kapasitas
benda padat yang diekpresikan dalam pangkat tiga seperti m3, cubic feet atau
ukuran kering/cair seperti buskel, gallons dan liter (Wahjudiono, 1998).
Tiap batang pohon terdiri dari berbagai bentuk yang
berlainan, sehingga bila ditentukan volumenya secara langsung akan diperoleh
hasil volume yang kurang memuaskan. Untuk mengatasi hal ini, maka penentuannya
dilakukan perseksi, dimana batang dipotong menjadi beberapa seksi serta tiap
seksi diukur volumenya. Penjumlahan volume dari tiap seksi nantinya akan
menghasilkan volume aktual batang. Rumus untuk menghitung volume tiap seksi
batang menurut Avery dan Burkhart (1983) adalah :
Huber : v = gm * l
Smalian :
* l
Newton :
* l
Keterangan
:
v
= Volume balok/batang kayu
gi
= Luas penampang melintang bagian pangkal
gm
= Luas penampang melintang bagian tengah antara ujung serta pangkal
gs
= Luas penampang melintang batang bagian ujung
l
= Panjang balok yang diukur
B. Bentuk
Batang Pohon
Selain diameter
dan tinggi pohon, bentuk batang adalah salah satu komponen penentu volume
pohon. Bentuk batang diantaranya dapat digambarkan oleh angka bentuk (form factor) dan taper.Angka Bentuk
Batang (f) didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang
yang sebenarnya dengan volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang
sama. Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume
silindernya, angka bentuk dibedakan atas : (1) angka bentuk mutlak ; (2) angka
bentuk buatan ; (3) angka bentuk normal.
Angka bentuk
mutlak (absolute form factor) adalah angka bentuk di mana volume
silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada pangkal batang.
Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka bentuk di mana
volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh. Sedangkan angka
bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah
angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter
pada ketinggian 1/10 tinggi pohon. Oleh karena dbh biasa digunakan
sebagai ciri diameter pohon, maka angka bentuk yang sering digunakanpun adalah
angka bentuk buatan.
Taper adalah
suatu istilah yang menggambarkan bentuk batang yang meruncing. Dengan
kata lain, taper menggambarkan pengurangan atau semakin mengecilnya diameter
batang dari pangkal hingga ke ujung. Chapman dan Meyer (1949) menyatakan
bahwa taper merupakan resultante dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh
pertumbuhan tinggi dan diameter pohon. Pertumbuhan tinggi pohon lebih
dipengaruhi oleh kualitas tempat tumbuh, sedangkan diameter pohon lebih
dipengaruhi oleh kerapatan pohon. Philip (1993) menyatakan taper sebagai
laju perubahan diameter pada panjang atau tinggi tertentu, yang secara
matematis dapat dinyatakan sebagai : t = (dp – du)/l ; di mana : t
= taper ; dp, du = diameter pangkal, ujung ; l = panjang batang. Bentuk
batang yang semakin mengecil ke ujung dapat juga dinyatakan dalam sebuah
persamaan fungsional hubungan antara diameter sepanjang batang (di)
pada berbagai ketinggian tempat diameter tersebut diukur (hi),
sehingga di = f(hi). Persamaan seperti itu disebut
sebagai fungsi taper. Untuk mengurangi keragaman absolut yang besar
akibat adanya perbedaan ukuran batang dalam hal ini diameter dan tinggi/panjang
batang, sebaiknya digunakan peubah-peubah relatif, sehingga fungsi tapernya
menjadi : di/D = f(hi/H) atau di/D = f(1– hi/H)
; di mana : D = dbh atau diameter pangkal ; H = tinggi bebas cabang atau
tinggi total. Penggunaan lebih lanjut dari fungsi taper ini adalah untuk
menduga volume batang dengan cara integrasi lbds pada panjang atau selang
ketinggian tertentu. Kelebihan cara pendugaan volume pohon melalui fungsi
taper ini adalah bahwa volume pohon dapat ditentukan pada berbagai ketinggian
atau panjang yang dikehendaki. Sedangkan kelemahannya adalah dugaan
volume pohon akan bias kalau fungsi taper yang digunakan tidak berhasil
menggambarkan pola bentuk batang yang sebenarnya.
Angka bentuk dapat bervariasi karena jenis pohon dan faktor
genetik, umur, ukuran tajuk, dan faktor tempat tumbuh ( khususnya pengaruh
angin ). Bentuk
pohon berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi
pengukuran.
Secara umum terdapat tiga macam
bentuk batang berdasarkan
perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian (Chapman dan Meyer, 1949):
a) Pada pangkal : bentuk neiloid
b)Pada bagian tengah : bentuk
silindris atau paraboloid. Bentuk silindris adalah
bagian tengah pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal serta ujung. Bentuk
paraboloid berarti diameter ujung kecil
dengan perubahan yang melengkung ke arah poros batang pada bagian ujung batang.
c) Pada bagian ujung pohon : bentuk
konus
Tumbuhan biji belah (Dycotyledoneae) pada umumnya
mempunyai batang yang di bagian bawahnya lebih besar dan ke ujung semakin
mengecil, jadi batangnya dapat dipandang sebagai suatu kerucut atau limas yang
amat memanjang, yang dapat mempunyai percabangan atau tidak. Tumbuhan biji
tunggal (Monocotyledoneae) sebaliknya mempunyai batang yang dari pangkal sampai
ke ujung boleh dikata tak ada perbedaan besarnya. Hanya pada beberapa golongan
saja yang pangkalnya tampak membesar, tetapi selanjutnya ke atas tetap sama,
seperti terlihat pada bermacam-macam palma (Palmae).
Jika kita berbicara tentang bentuk batang biasanya yang
dimaksud ialah bentuk batang pada penampang melintangnya. Dan dilihat dari
sudut bentuk penampang melintangnya ini dapat dibedakan bermacam-macam bentuk
batang antara lain: Bulat (teres), misalnya bambu (Bambusa sp.), kelapa (Cocos
nucifera L.). Bersegi (angularis). Dalam hal ini ada kemungkinan:
- Bangun
segitiga (triangularis), misalnya batang teki (Cyperus rotundus).
-
Segi empat (quadrangularis), misalnya batang markisah. Pipih dan biasanya lalu
melebar menyerupai daun dan mengambil alih tugas daun pula. Batang yang
bersifat demikian dinamakan:
- Filokladia
(phyllocladium), jika amat pipih dan mempunyai pertumbuhan yang terbatas,
misalnya pada Jakang (Muehlenbeckia platyclada Meissn.),
- Kladodia
(Cladodium), jika masih tumbuh terus dan mengadakan percabangan, misalnya
sebangsa kaktus (Opuntia vulgaris Mill.).
Dilihat permukaannya, batang tumbuh-tumbuhan juga
memperlihatkan sifat yang bermacam-macam. Kita dapat membedakan permukaan
batang yang:
1.
Licin
(laevis), misalnya batang jagung (Zea mays L.),
2.
Berusuk
(costatus), jika pada permukaannya terdapat rigi-rigi yang membujur, misalnya
iler (Coleus scutellarioides Benth.),
3.
Beralur
(sulcatus), jika membujur batang terdapat alur-alur yang jelas, misalnya pada
Cereus peruvianus (L.) Haw.
4.
Bersayap
(alatus), biasanya pada batang yang bersegi, tetapi pada sudut-sudutnya
terdapat pelebaran yang tipis, misalnya pada ubi (Dioscorea alata L.) dan
markisah (Passiflora quadrangularis L.).
Selain dari itu permukaan batang dapat pula :
5.
Berambut
(pilosus), seperti misalnya pada tembakau (Nicotiana tabacum L.),
6.
Berduri
(spinosus), misalnya pada mawar (Rosa sp),
7.
Memperlihatkan
bekas-bekas daun, misalnya pada papaya (Carica papaya L.) dan kelapa (Cocos
nucifera L.),
8.
Memperlihatkan
bekas-bekas daun penumpu, misalnya: nangka (Artocarpus integra Merr.), keluwih (Artocarpus comunis
Forst.),
9.
Memperlihatkan
banyak lentisel, misalnya pada sengon (Albizzia stipulate Boiv.
C. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Bentuk Batang
Pada umumnya setiap pohon mempunyai bentuk yang berbeda.
Tiap jenis mempunyai bentuk pohon yang khas dan berbeda dengan bentuk pohon
yang lainya dan bahkan jenis yang sama, bentuk pohon dapat berubah. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk batang antara lain :
Variasi
Geografic (Provenance)
Perkembangan diameter pohon juga
terdapat koreksi yang kuat antara diameter pohon. Pada ketinggian tertentu
dengan berat material yang harus didukung oleh diameter tersebut. Yaitu berat
material diatasnya. Masalah bentuk pohon ini akan berlanjut kedalam satu teori
tentang faktor bentuk dan koesien diameter batang karena adanya bentuk batang
selalu berkaitan dengan pembahasan diameter karenaq adanya perubahan tinggi
pengukuran. Bentuk silindris adalah bagian pohon yang mempunyai diameter yang
sama antara bagian pangkal dengan ujung lebih kecil dengan perubahan yang melengkung
kearah dasar.Penampang melintang suatu batang pada umumnya tidak teraturseperti pada
bentuk lingkaran. Dibagian pangkal pohon, bentuk penampang lintang tersebut
bahkan sangat jauh berbeda dengan bentuk lingkaran. Ketidakteraturan bentuk
batang dipangkal pohon ini disebabkan karena pengaruh arah angin yang tetap dan
lereng. Adapula penelitian berpendapat bahwa bentuk batang menyerupai elips
tersebut ada kaitannya dengan bidang maknetik bumi. Banyak pohon-pohon tropis
yang memiliki akar banir atau akar papan, yang membuat penampang lintang pohon
sama sekali tidak menyerupai lingkaran atau elips.
Bentuk panampang lintang bagian
pangkal pohon yang cenderng eksentik itu maka dalam pengukuran diameter diambil
pada setinggi dada, tidak lebih rendah dari itu. Bahkan untuk pohon-pohon
berbanir, yang tingginya sering mencapai 2 meter atau lebih, pengukuran
diameter harus dilakukan pada 20-25 cm diatas ujung banir. Untuk pohon-pohon
yang tidak berbanir ternyata ada korelasi yang kuat antar diameter setinggi dada
dengan volume batang ternyata ada kelemahan. Setiap
spesies memiliki persyaratan tempat tumbuh yang berbeda untuk dapat tumbuh dan
berproduksi. Dalam pertumbuhan tanaman, sering terjadi keragaman dalam satu
jenis pohon yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan (environmental
variation). Keragaman tersebut dapat berupa keragaman geografis (provenans),
dan keragaman lokal antar tempat tumbuh.
Faktor fisiografis
Faktor-faktor fisiografis merupakan keadaan yang
secara tidak langsung mempengaruhi vegetasi hutan melalui efeknya terhadap
faktor-faktor yang berpengaruh langsung. Faktor-faktor tersebut antara lain
ketinggian tempat (altitude) kemiringan lereng (slope) dan arah mengahadap
lereng (aspek). Ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim antara lain suhu
udara dan kelembaban. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi kualitas tempat
tumbuh. Pengaruh arah lereng terhadap tempat tumbuh berkaitan dengan intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh tumbuhan. Pada umumnya arah lereng menghadap
Utara dan Timur cenderung memberikan kualitas tempat tumbuh yang lebih baik
dibanding lereng yang menghadap ke Selatan dan Barat.
Tempat Tumbuh
Tanah
adalah tempat pohon-pohon tumbuh mempertahankan diri dengan menggunakan
perakarannya untuk berpijak dan mengambil air serta zat makanan dalam tanah.
Penyusun tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti air
tanah, unsur hara, bahan organik, organisme hidup dan udara dalam tanah.
Kesuburan
tanah mempengaruhi keadaan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Kesuburan
tanah akan berpengaruh terhadap tipe vegetasi yang terbentuk serta berpengaruh
terhadap keproduktifan hutan. Oleh karena itu, tanah merupakan salah satu
faktor pembatas alam yang memengaruhi pertumbuhan semua spesies tumbuhan,
struktur, dan komposisi vegetasi, sehingga akan berpengaruh terhadap tipe
hutannya.
Sifat
fisik tanah diyakini oleh para ahli lebih penting pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tegakan hutan dibanding sifat kimia dan
biologisnya. Ketebalan horizon A memiliki hubungan dengan ruang bagi
pertumbuhan akar. Permeabilitas dapat digunakan sebagai petunjuk bagi besar
kecilnya ruang tumbuh tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi sifat tanah yang
lain seperti struktur, porositas, kapasitas memegang air (water holding
capacity), kerapatan lindak (bulk density), dan lain-lain
Basal
area
Basal area ini merupakan suatu
luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon,
basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran
diameter umumnya dilakukaii pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah
(diameter setinggi data atau diameter at breast height, DBf). Dalam
pengukuran diameter pohon setinggi dada terdapat beberapa ketentuan yang
umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu:
·
Bila
pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari permukaan
tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas pohon;
·
Bila
pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah, maka diameter
diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon tersebut dianggap
sebagai satu individu seperti halnya kalau percabangan terjadi di atas
ketinggian 1,3 m di alas tanah). Tetapi bila percabangan terjadi dibawah 1,3 m
dari atas tanah, maka masing-masing batang diukur diametemya setinggi dada
serta batang-batang tersebut dianggap sebagai individu masing-masing;
·
Bila
pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau melebihi
setinggi dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas batang dari
bentuk tidak normal; dan Sesuai
dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur bisa merupakan
diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit pohon.
Laar
dan Akca (1997) menyatakan profil batang dari individu pohon dipengaruhi oleh posisinya dengan pohon
yang lain maupun site-nya, diantaranya :
1.
Densitas
tanah
2.
pemupukan,
3.
perawatan tanaman
4.
perameter atau pengaruh genetik
5.
umur
6.
ukuran
tajuk
7.
tempat
tumbuh atau kondisi lingkungan seperti pohon yang tumbuh rapat dan soliter,
jika tumbuh rapat percabangan sedikit, batang lurus, sedangkan pada pohon yang
tumbuh soliter lebih pendek dan memiliki percabangan yang lebih banyak.
D. Kosien
Umumnya batang pohon semakin
meruncing(taper) dari pangkal hingga puncaknya. Faktor keruncingan dapat diukur oleh kusen bentuk (form quotient, q), perbandingan (rasio) antara diameter pada
bagian atas batang dengan diameter setinggi dada (dbh).
Macam kosien bentuk:
Ø
Kosien bentuk tak murni (q0,5):= rasio antara diameter pada
ketinggian setengah tinggi
total (d0,5h) dengan diameter setinggi dada (dbh)
Ø
Kosien bentuk murni (qm):Rasio antara d0,5h dengan diameter
pada ketinggian 1/20 tinggi total
Ø
Kosien bentuk mutlak/absolut (qa):= rasio antara diameter pada
ketinggian setengah tinggi total yang dihitung dari diameter setinggi dada
(d0,5(h−1,3)) dengan diameter setinggi dada (dbh)– Kusen bentuk ini paling
banyak dipakai.
E. Volume Bentuk Batang
Volume pohon adalah ukuran tiga
dimensi, yang tergantung dari lbds (atau diameter pangkal), tinggi atau panjang
batang, dan faktor bentuk batang. Cara
penentuan volume batang dibedakan antara cara langsung dan cara tidak
langsung.Penentuan volume cara langsung hanya bisa dilakukan untuk kayu dalam
bentuk sortimen (log), dengan menggunakan alat yang namanya xylometer, yaitu
berupa bak persegi yang diisi air. Sortimen yang akan diukur volumenya
dimasukkan ke dalam bak berisi air, volume kayu adalah pertambahan tinggi air
dalam bak dikalikan luas penampang bak. Kalau bak diisi penuh air, maka
volume air yang tumpah adalah sama dengan volume kayu yang dimasukkan. Sedangkan
penentuan volume cara tidak langsung, dilakukan dengan metode grafis atau
dengan menggunakan persamaan volume.
Penentuan volume metode grafis pada
dasarnya adalah dengan cara memplotkan pasangan data diameter atau lbds dan
tinggi atau panjang masing-masing pada sumbu absis dan sumbu ordinat dari
diagram cartesius, sehingga dapat dibuat garis yang menghubungkan titik-titik
koordinat yang berurutan membentuk sebuah kurva yang menggambarkan pola bentuk
batang. Kemudian dihitung luas daerah dibawah kurva di atas sumbu absis.
Volume batang adalah luas daerah dikalikan dengan sebuah konstanta yang
besarnya tergantung faktor skala dan pengaruh satuan pada absis maupun ordinat.
Bentuk geometris yang paling mendekati
bentuk pohon adalah silinder. Sehingga rumus-rumus penentuan
volume batang pada umumnya mengacu kepada rumus volume silinder dengan berbagai
macam penyesuaian. Rumus volume silinder adalah : V = BH ; di mana : B =
lbds ; H = tinggi atau panjang. Untuk pohon di mana nilai diameternya
bervariasi dari pangkal hingga ke ujung batang, maka permasalahannya adalah
menentukan diameter mana yang akan digunakan untuk menghitung lbds-nya.
Rumus volume silinder terkoreksi menghitung volume dengan menggunakan dbh atau
diameter pangkal untuk menghitung lbds-nya, kemudian nilai volume yang
diperoleh dikalikan lagi dengan sebuah faktor koreksi yang merupakan faktor
bentuk batang (f), sehingga V = BHf.
Beberapa rumus empiris yang banyak
dikenal, menentukan volume dengan menggunakan rumus umum volume silinder : V =
BH tetapi dengan penyesuaian terhadap diameter yang digunakan untuk menghitung
lbds-nya, misalnya rumus Brereton mengggunakan diameter yang merupakan
rata-rata diameter pangkal dan ujung untuk menghitung lbds-nya ; rumus Smalian
menggunakan lbds yang merupakan rata-rata lbds pangkal dan ujung ; rumus Huber
menggunakan diameter tengah untuk menghitung lbds-nya ; sedangkan rumus Newton
menggunakan lbds yang merupakan rata-rata lbds pangkal, tengah dan ujung di
mana lbds tengah diberi bobot empat kali lbds lainnya ; dan lain-lain.
Wiant, Wood dan Furnival (1992) menyatakan bahwa rumus Newton sudah sejak lama
diakui sebagai rumus paling akurat untuk pendugaan volume log, dibanding
rumus-rumus empiris lainnya. Rumus Newton dapat digunakan baik untuk
bentuk silinder, paraboloid, konoid maupun neiloid.
Tabel 1. Beberapa rumus penduga volume log
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
Nama
R u m u s
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
Brereton
V = ((p/4)((b+s)/2)2)L
Huber
V =
ML
Smalian
V =
((B+S)/2)L
Newton
V =
((B+4M+S)/6)L
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
di mana :
V = dugaan volume log (m3)
p = nilai phi =
3,14159…
b = diameter pangkal log
(cm/100) s =
diameter ujung log (cm/100)
B = lbds pangkal log (m2)
M =
lbds tengah-tengah log (m2)
S = lbds ujung log (m2)
L = panjang log (m)
Dengan dasar pemikiran bahwa volume batang adalah merupakan
bentuk benda putar dari fungsi tapernya, dan volume batang pada hakekatnya
adalah merupakan penjumlahan dari lbds-lbds setiap titik dari pangkal hingga ke
ujung batang, maka volume batang dapat dihitung melalui integrasi fungsi
tapernya. Apabila fungsi tapernya adalah : d = f(h) maka :
Ve = ¼pò d²
dh. Untuk mengoreksi adanya kemungkinan bias dugaan volume akibat
ketidaksesuaian fungi taper dalam menggambarkan pola bentuk batang yang
sesungguhnya Gregoire, Valentine dan Furnival (1986) mengembangkan metode
pendugaan volume batang yang disebut importance
sampling, yaitu : V = Ve x A/a ; di mana : A/a adalah sebuah
faktor koreksi yang merupakan rasio lbds ; A = lbds dengan menggunakan diameter
yang sebenarnya pada titik tertentu di batang yang ditentukan secara acak ;
sedangkan a = lbds pada ketinggian yang sama dengan A tapi menggunakan diameter
yang diduga melalui fungsi tapernya. Selanjutnya, Wood, Wiant, Loy dan
Miles (1990) mengemukakan bahwa berdasarkan simulasi yang dilakukannya apabila
pengacakan untuk menentukan ketinggian tempat diameter diukur dilakukan secara
berulang-ulang maka rata-rata ketinggian tempat diameter di ukur tersebut akan
terletak pada ketinggian setengah dari total volume batang. Titik tersebut
diperkenalkan sebagai titik centroid volume dan importance sampling dimodifikasi menjadi centroid sampling. Wiant, Wood dan Furnival (1992),
mengkombinasikan metode centroid (centroid
sampling) dengan rumus Newton (catatan : rumus Newton diyakini sebagai
rumus empiris terbaik dalam menduga volume batang untuk berbagai bentuk batang,
dibanding rumus-rumus empiris penduga volume lainnya), sehingga pada akhirnya
diperoleh rumus penduga volume yang disebut rumus centroid :
V = SL + (b1L2)/2 + (b2L3)/3 di mana :
S = lbds ujung log (m2) L = panjang log (m)
b1
= (B-S-b2L2)/L b2 = (B-C(L/q)-S(1-L/q))/(L2-Lq)
B = lbds pangkal log (m2)
C = lbds pada posisi centroid volume (m2)
s = diameter ujung log (m2) b
= diameter pangkal log (m)
q = (((b/s)4
+ 1)0.5- 20.5)/(20.5((b/s)2- 1)) L (m)
Latifah (1994), Krisnawati
(1994) dan Elviadi (1994), masing-masing menggunakan 120 log meranti (Shorea spp.), keruing (Dipterocarpus spp.)dan ramin (Gonystylus spp.) di Propinsi Kalimantan
Tengah untuk membandingkan performansi tujuh buah rumus (Brereton, Smalian,
Huber, Bruce, Patterson Clark, Newton dan Centroid) dalam pendugaan volume
log. Penelitian yang sama dilakukan Muhdin (1997) dengan
menggunakan 499 log meranti (Shorea
spp.) di Propinsi Riau. Secara umum rumus Newton dan Centroid merupakan
rumus terbaik untuk pendugaan volume log meranti maupun keruing, sedangkan
Patterson Clark terbaik untuk jenis ramin. Dari penelitian Bustami (1995)
yang menggunakan 157 log Pinus merkusii
di Jawa juga diperoleh kesimpulan bahwa rumus Newton dan Centroid merupakan
rumus terbaik untuk pendugaan volume log P. merkusii.
Cara penentuan volume pohon yang paling
praktis adalah dengan menggunakan tabel volume pohon. Tabel volume pohon
adalah suatu tabel yang berisi nilai-nilai dugaan volume pohon pada ukuran
diameter atau diameter dan tinggi pohon tertentu. Berdasarkan peubah
penduga yang digunakan, tabel volume pohon dibedakan menjadi : tabel volume
lokal, tabel volume baku dan tabel volume dengan kelas bentuk. Tabel
volume lokal atau dikenal juga dengan istilah tariff volume adalah tabel volume
dengan menggunakan dbh sebagai penduganya. Tabel volume baku adalah tabel
volume dengan menggunakan dbh dan tinggi pohon sebagai peubah penduganya.
Tabel volume dengan kelas bentuk adalah semacam tabel volume baku yang dibuat
untuk setiap kelas bentuk batang.
Diantara ketiga macam tabel volume
tersebut, yang paling praktis adalah tabel volume lokal yang hanya menggunakan
dbh sebagai peubah penduga, namun secara teoritis memiliki ketelitian yang
lebih rendah dibanding tabel volume baku dan tabel volume dengan kelas
bentuk. Tabel volume dibuat berdasarkan persamaan volume yang disusun
dengan persamaan regresi. Persamaan regresi terbaik biasanya dipilih dari
berbagai macam persamaan yang dicobakan terhadap data yang dimiliki. Dari
sekian banyak persamaan regresi yang dapat dicoba, persamaan : V =
aDb (di mana : V = volume pohon ; D = dbh ; a, b =
konstanta), adalah persamaan regresi yang paling banyak digunakan. Selain
alasan kesederhanaan model dan kepraktisan karena hanya menggunakan dbh sebagai
peubah penduga, juga model tersebut adalah model yang secara matematis memiliki
kerangka pemikiran (landasan teoritis) yang jelas. Persamaan V
= aDb dikenal juga sebagai persamaan Berkhout (Loetsch, Zohrer
dan Haller, 1973). Suhendang (1993) dalam Wood dan Wiant (1993),
menyatakan bahwa menurut Bruce dan Schumacher (1950), penurunan model Berkhout
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Volume sebuah pohon dapat dinyatakan
sebagai: V = ¼p(D/100)²Hf; di mana: V = volume (m³); D = dbh
(cm); H = tinggi pohon (m); f = angka bentuk
2.
Untuk jenis pohon tertentu yang
memiliki angka bentuk tertentu, maka f adalah konstanta, dan (¼p/10000)f
= a adalah konstanta juga. Sehingga
persamaan volume di atas menjadi : V = aD²H
3.
Apabila volume meningkat proporsional
terhadap pangkat tertentu dari D dan H (masing-masing selain 2 dan 1), maka
persamaan volume menjadi : V = aDgHh
4.
Apabila terdapat hubungan yang erat
antara D dengan H, maka keragaman V yang disebabkan oleh keragaman H dapat
dijelaskan oleh keragaman D, atau sebaliknya. Atas dasar
itu maka V dapat diduga oleh D atau H saja, sehingga persamaan volume menjadi
: V = aDb atau V = aHc .
Persamaan V = aDb banyak dipakai dan lebih disukai
karena D = dbh lebih mudah diukur
dari pada tinggi pohon (H).
Asumsi yang mendasari berlakunya
tabel volume lokal pada sebuah areal hutan (tegakan) adalah bahwa pohon-pohon
yang memiliki ukuran diameter sama maka akan memiliki tinggi dan angka bentuk
batang yang sama pula sehingga dengan demikian akan memiliki volume pohon yang
sama pula. Sedangkan asumsi yang melandasi berlakunya tabel volume baku
adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki dbh dan tinggi pohon yang sama maka akan
memiliki angka bentuk batang yang sama pula, sehingga akan memiliki volume
pohon yang sama juga.
Penaksiran volume pohon
dari sampel lapangan dan tegakan dilakukan melalui pengukuran karateristik dari
pohon tersebut seperti diameter, tinggi dan tebal kulit. Dalam volume tegakan
sangat penting dan diperlukan dalam pemanenan. Volume pohon merupakan fungsi
dari tinggi dan diameter pohon (Simon, 2007).
Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang
karena perubahan tinggi pengukuran. Perbedaan diameter pada batang macam bentuk
batang yaitu (Husch, 1987) :
1. Pada batang,
bentuk neiloid
2. Pada bagian
tengah, bentuk silinders atau paraboloid
Bentuk slindris adalah bagian pohon
yang mempunyai diameter sama antara bagian panjang dengan bagian ujung dari
batang tersebut. Bentuk paraboloid berarti diameter ujung lebih kecil dengan
perubahan yang melengkung ke arah poros pada bagian ujung batang.
3.
Pada bagian ujung (konus)
Biasanya bentuk batang yang
berbeda-beda ini, volume tiap bentuk batang dapat ditaksir atau dihitung dengan
rumus yang berbeda-beda pula. Rumus
volume untuk ketiga macam masing-masing bentuk batang tersebut adalah sebagai
berikut:
A.
Bagian pangkal (neiloid):
V= πL/20 (D2+D3/2d1/2+Dd+D3/2+d2)
B.
Bagian tengah (Parabolid)
V= πL/20
(D2+d2)
Untuk silindris berarti D=d
C. Bagian atas (konus)
V= πL/20 (D2+Dd+d2)
Dimana , (V)=volume batang, (L)= Panjang batang, (D)=
Diameter batang bagian pangkal, (d) = diameter batang bagian ujung (Avery dan
Bukhart, 1983).
Penampang melintang suatu batang pada
umumnya tidak teraturseperti pada bentuk lingkaran. Dibagian pangkal pohon,
bentuk penampang lintang tersebut bahkan sangat jauh berbeda dengan bentuk
lingkaran. Ketidakteraturan bentuk batang dipangkal pohon ini disebabkan karena
pengaruh arah angin yang tetap dan lereng. Adapula penelitian berpendapat bahwa
bentuk batang menyerupai elips tersebut ada kaitannya dengan bidang maknetik
bumi. Banayk pohon-pohon tropis yang memiliki akar banir atau akar papan, yang
membuat penampang lintang pohon sama sekali tidak menyerupai lingkaran atau
elips (Herwiyono, 2000).
Bentuk penampang lintang bagian pangkal
pohon yang cenderng eksentik itu maka dalam pengukuran diameter diambil pada
setinggi dada, tidak lebih rendah dari itu. Bahkan untuk pohon-pohon berbanir,
yang tingginya sering mencapai 2 meter atau lebih, pengukuran diameter harus
dilakukan pada 20-25 cm diatas ujung banir. Untuk pohon-pohon yang tidak
berbanir ternyata ada korelasi yang kuat antar diameter setinggi dada dengan
volume batang ternyata ada kelemahan (Dephut, 1998).
Seperti diketahui, volume batas pohon
beda dengan volume slindris oleh karena adanya faktor bentuk pohon. Bentuk
pohon dapat ditunjukkan oleh:
1. Bilangan bentuk
2.
Kolsien bentuk
Bilangan bentuk f diperoleh dengan
membandingkan volume nyata batang pohon dengan volume silindris yang dihitung
berdasarkan dari daimeter tertentu. Apabila diameter yang
digunakan untuk menghitung volume silindris tersebut adalah diameter
pangkal (Do) maka bilangan bentuk diperoleh Fo disebut sebagai bilangan bentuk
tulen (Simon, 1987).
Diameter pangkal batang tidak lazim
diukur dan baisa diukur dengan menggunakan dbh. Oleh karena itu bilangan bentuk
murni atau tulen, rumus yang dapat dituliskan
Fo= V pohon/Volume silindris (Do)
Fb= V pohon/Volume silindris (Dbh)
Penaksiran volume pohon yang masih
berdiri dapat dipisahkan menjadi 4 cara yaitu(Husch, 1987) :
1.
Penaksiran secara okuler
2.
penaksiran volume tegakan dengan
persamaan dan tabel volume
3.
Penaksiran volume dengan mengukur
batang pada berbagai ketinggian
4.
Penaksiran volume dengan model pohon
Apabila digunakan diameter setinggi
dada, yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang lintang 1,3
meter dari permukaan tanah. Karena pada dasarnya bentuk pohon tidak persis
bualat seperti lingkaran, maka digunakan caliper pengukuran diameter dilakukan
dua kali, yaitu dengan arah pengukuran yang bersudut 900,dari dua
kali pengukuran tersebut kemudian dihitung rata-rata untuk memperoleh
ukuran–ukuran diameter yang digunakan (Herwiyono, 2000).
Oleh karena secara umum bentuk pohon berpariasi menurut
jensi atau kelompok jenis dan dari satu lokasi kelokasi lainnya,maka dalam
penyusunan perangkat pendugaan volume perlu memperhaitkan karateristik tersebut
perangkat penduga volume pohon yang bersifat umum adalah unutk berbagai jenis
dan lokasi hutan dapat menyebabkan hasil dugaan yang kurang telit, tidak akurat
sehingga informasi masa tegakan yang dihasilkan bisa under atau estimate
(Sutanto, 1986).
Perhitungan nilai faktor bentuk dapat
berbeda-beda bergantung pada diameter mana yang akan dipakai sebagai dasar pada
umumnya dikenal ada tiga macam faktor bentuk yaitu (Anonim, 1990) :
1. Faktor bentuk
yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter pada pangkal pohon atau
diameter setinggi dada, tetapi volume batang hanya dihitung bagian atas saja.
2. Faktor bentuk
nyata yaitu didasarkan pada diameter batang pada ketinggian tertentu,
proporsional terhadap tinggi pohon.
3. Faktor bentuk
buatan yaitu didasarkan pada diameter setinggi dada, tetapi volume dihitung
mulai dari pangkal pohon. Mempunyai kekurangn yang teoritis karena tidak dapat
dibandingkan dengan faktor bentuk yang lain. Keunutungannya hanya mudah dalam
pelaksanaan pengukurannya.
F. Modifikasi
Batang
Batang pada suatu tumbuhan dapat mengalami sutau
modifikasi menjadi bentuk-bentuk lain antara lain:
1.
Rimpang (rhizoma). Rimpang
sesungguhnya adalah batang beserta daunnya yang berada di bawah tanah,
bercabang-cabang dan tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang
muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu tanaman baru. Rimpang selain sebagai
alat perkembagbiakan juga merupakan tempat penimbunana zat-zat cadangan
makanan, misalnya pada tasbih (Canna udulis Ker.) Dan kerut (Maranta
arundinacae L.).Bahwasannya alat ini adalah penjelmaan batang dan bukan
akar, dapat dilihat dari tanda-tanda berikut :
·
Beruas-ruas,
berbuku-buku, akar tidak pernah bersifat demikian. Ruas biasanya pendek dan
tebal seperti pada lengkuas.
·
Berdaun, tetapi
daunnya telah menjelma menjadi sisik-sisik, daun yang melekat pada buku
berbentuk sisik yang tipis seperti selaput dan tidak hijau.
·
Mempunyai
kuncup-kuncup.
·
Tumbuhnya tidak
ke pusat bumi atau air, malahan kadang-kadang lalu ke atas, muncul di atas
tanah.
Diujungnya yang termuda rimpang tumbuh
monopodial atau sipodial, dan tunas terminal dapat tumbuh tegak menghasilkan
batang yang mengelilingi pelepah daun serta diujungnya menghasilkan bunga.
Dalam hal itu percabangan terjadi karena ketiak didekatnya tumbuh horisontal
dan memperpanjang rimpang. Sementara itu bagian proksima (pangkal), membusuk.
Jika pembusukan mencapai bagian yang panjang maka kedua cabang akan terpisah
sehingga terjadilah ramet baru.
2. Umbi lapis (bulbus).
Juga umbi lapis ini jika ditinjau asalnya adalah penjelmaan batang berserta
daunnya. Umbi ini dinamakan umbi lapis, karena memperlihatkan susunan yang
berlapis-lapis, yaitu yang terdiri atas daun-daun yang telah menjadi tebal,
lunak dan berdaging, merupakan bagian umbi yang menyimpan zat makanan cadangan,
sedang batangnya sendiri merupakan bagian yang kecil pada bagian bawah umbi
lapis itu. Umbi ini terselubung oleh lapisan luar yang kering dan tipis seperti
selaput. Penutup yang juga dinamakan tunika berperan sebagi pelindung terhadap
kekeringan dan luka mekanik terhadap umbi. Sisik berdaging tersusun sebagai
lapisan kontinu dan konsentris sehingga berstruktur padat.
Pada umbi lapis dapat dibedakan bagian-bagian berikut:
Subang atau cakram (disicus).
Bagian inilah yang merupakan batang yang sesungguhnya, tetapi hanya kecil
dengan ruas-ruas yang amat pendek, mempunyai bentuk seperti cakram, padanya
terdapat pula kuncup-kuncup.
·
Sisik-sisik (tunika
atau squama), yaitu bagian yang merupakan penjelmaan daun-daunnya
yang menjadi tebal, lunak dan berdaging, yang seperti telah di sebutkan,
merupakan bagian tempat untuk menyimpan zat makanan cadangan.
·
Kuncup-kuncupnya
(gemmae), yang dapat di bedakan lagi dalam:
o Kuncup pokok (gemma bulbi), yang sesungguhnya
adalah kuncup ujung, yang terdapat pada bagian atas cakram yang tumbuh ke atas
mendukung daun-daun biasa, serta bunga.
o Kuncup samping, yang biasanya tumbuh merupakan umbi lapis
kecil-kecil, berkelompok di sekitar umbi induknya. Bagian ini dinamakan siung (bulbus)
atau anak umbi lapis, seperti misalnya pada bawang merah (Allium cepa L.).
·
Akar-akar
serabut terdapat pada bagian bawah cakram.
Cabang pembelit (sulur dahan atau sulur
cabang), yaitu alat pembelit yang terjadi dari cabang atau tunas, yang biasanya
terlihat dari tempatnya, yaitu dalam ketiak daun atau berhadapan dengan daun,
dan seringklali masih mendukung daun-daun kecil, misalnya pada air mata
pengantin (Antigonon leptatus Hook et Arn.), markisah (Passiflora
quadrangularis L.).
2. Duri dahan (spina
caulogenum), jika merupakan penjelmaan dahan atau cabang, misalnya pada
bugenvil (Bougainvillae spectabilis Willd.). Bagian tengah terdiri dari
kayu yang bersambungan dengan bagian kayu dalam batang.
3. Geragih (flagellum, stolo) atau
stolon adalah cabang yang panjang dan ramping yang berkembang dari tunas ketiak
daun-daun di bagian bawah batang. Geragih berbaring di atas tanah. Pada
buku-bukunya kuncup ketiak tumbuh menghasilkan daun-daun pada sumbu baru yang
tegak, sedangkan di bagian bawahnya dibentuk akar sehingga terjadilah tanaamn
yang baru. Jika bagin geragih diantara dua buku itu dihancuurkan dan mati akan
terdapapt tanaman-tanaman baru yang saling berpisah.
G. Sifat
Batang, Fungsi Batang Dan Bagian-Bagian Batang Berdasarkan Kegunaanya, Serta
Perkembangan Batang
Sifat Batang Secara umum, batang pun memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
a. Umumnya berbentuk panjang bulat seperti
silinder atau dapat pula mempunyai bentuk lain, akan tetapi selalu bersifat
aktimorf, artinya dapat dengan sejumlah bidang dibagi menjadi dua bagian yang
setangkup.
b. Terdiri
atas ruas-ruas yang masing-masing dibatasi oleh buku-buku, dan pada buku-buku
ini terdapat daun.
c. Tumbuhnya biasanya ke atas, menuju cahaya
atau matahari (bersifat fototrop atau heliotrop)
d. Selalu bertambah panjang di ujungnya oleh
sebab itu sering dikatakan bahwa batang mempunyai pertumbuhan yang tidak
terbatas.
e.
Mengadakan percabangan dan selama hidupnya tumbuhan tidak digugurkan kecuali
kadang-kadang cabag atau ranting yang kecil.
f. Umumnya tidak berwarna hijau kecualai
tumbuhan yang umurnya pendek, misalnya rumput dan waktu batang masih muda.
Batang pada umunya terdiri dari sumbu
tegak dengan daun-daun melekat padanya.dalam bentuk ini tugas utama batang
adalah sebgai berikut:
1.
Mendukung bagian-bagian tumbuhan yang
ada di atas tanah, yaitu daun, bunga dan buah.
2.
Berlaku sebagai
jalur translokasi air dan garam-garam mineral ke daun dan titik-titik tumbuh,
dan bahan organik dari tempat pembentukannya di daun ke semua bagian dari
tubuh.
3.
Batang dapat terspesialisasi serta
termodifikasi bentuknya sebagai tempat penimbunan cadangan makanan.
4.
Sebagai alat perkembangbiakan.
5.
Memperkuat tubuh tanaman, dilakukan
dengan dua cara:
a.
Pada batang yang masih muda, sel-selnya
diperkuat oleh selulosa dan turgor.
b.
Pada batang yang sudah tua, kekuatanya
ditunjang oleh sel-sel yang mengandung lignin.
6. Dengan
percabangannya memperluas bidang asimilasi. Dan menempatkan bagian-bagian di
dalam ruang sedemikian rupa, sehingga dari segi kepentingan tunbuhan
bagian-bagian tadi mendapat terdapat pada posisi paling menguntungkan.
Bagian-bagian Batang Menurut kegunaannya batang dapat
digolongkan menjadi yaitu :
1.
Bagian pangkal umumnya tak bermata kayu, digunakan untuk kayu pertukangan yang
baik.
2.
Bagian tengah digunakan untuk indutri kayu ubah bentuk ( kertas, triplek dll)
3.
Bagian percabangan dikhususkan untuk industri kayu.
4.
Bagian cabang dan ranting dimanfaatkan untuk kayu bakar.
Dari musim ke musim dari tahun ke
tahun, pertumbuhan tumbuhan mengubah ligkungan sekitar kita, seperti halaman,
kampus, tanah kosong, pepohonan, dan bentangan alam dalam komunitas kita.
Pertumbuhan tumbuhan dari sebuah biji adalah suatu perubahan yang sangat
menakjubkan. Tahapan paling awal pertumbuhan ini adalah dari perkecambahan biji
dan munculnya bibit.
Selama tumbuhan masih mampu untuk
bertahan hidup, tumbuhan dapat tumbuh tidak terbatas karena tumbuhan mempunyai
jaringan embrionik yang selalu tersedia, yang disebut meristem, pada daerah
pertumbuhan. Sel-sel meristem membelah terus untuk menghasilkan sel-sel baru.
Beberapa produk pembelahan ini tetap berada pada daerah meristem untuk
menghasilkakn lebih banyak lagi sel, sementara yang lain menjadi
terspesialisasi dan digabungkan ke dalam jaringan organ tumbuhan yang sedang
tumbuh. Sel-sel yang terspesialisasi berfungsi untuk menghasilkan sel-sel baru
di dalam meristem disebut inisial atau permulaan. Sel-sel baru yang
digantikan dari merirstem, yang disebut derivatif atau turunan, terus
membelah selama beberapa saat, sampai sel yang mereka hasilkan mulai mengalami
spesialisasi di dalam jaringan yang sedang berkembang.
Pola pertumbuhan tumbuhan bergantung
pada letak meristem. Meristem apikal berada pada ujung akar dan pada puncuk
tunas, menghasilkakn sel-sel bagi tumbuhan untuk tumbuh memanjang. Pemanjangan
ini yang disebut pertumbuhan primer, memungkinkan akar membuat jalinan di dalam
tanah dan tunas untuk meningkatkan pemaparanya terhadap cahaya matahari dan
CO2. Pada herba (bukan tumbuhan berkayu), yang terjadi hanya pertumbuhan
primer. Namun demikian, pada tumbuhan berkayu terdapat juga pertumbuhan sekunder,
karena adanya aktivitas penebalan secara progresif pada akar dan tunas yang
terbentuk sebelumya oleh pertumbuhan primer. Pertumbuhan sekunder adalah produk
meristem lateral, silinder-silinder yang terbentuk dari sel-sel yang membelah
ke samping di sepanjang akar dan tunas. Meristem lateral ini mengantikan sel
dermis dangan jaringan dermis sekunder, seperti kulit yang lebih tebal dan
keras, dan meristem lateral juga menambah lapisan jaringan pembuluh. Kayu
adalah xilem sekunder yang terakumulasi selama bertahun-tahun.
Pada tumbuhan berkayu, pertumbuhan
primer dan sekunder terjadi pada waktu yang bersamaan akan tetapi pada lokasi
yang berbeda. Pertumbuhan primer dibatasi pada bagian termuda tumbuhan seperti
ujung akar dan tunas, dimana terletak meristem apikal. Meristem lateral
terletak dan berkembang di daerah yang sedikait lebih tua pada akar atau tunas yang agak jauh dari ujung. Pada
tempat tersebut terjadi pertumbuhan sekunder untuk menambah diameter organ.
Bagian tertua dari akar atau tunas misalnya pada pangkal cabang pohon memiliki
akumulasi jarinagn sekunder yang paling bersar yang dibentuk meristem lateral.
Setiap musim tumbuh, pertumbuan primer menghasilkan perbesaran bagian muda pada
akar dan tunas, sementara pertumbuhan sekunder menebalkan dan menguatkan bagian
yang lebih tua tumbuha tersebut.
Ø Pertumbuhan
Primer
Meristem apikal dari suatu tunas adalah
suatu massa sel yang berbentuk kubah yang membelah pada ujung tunas terminal.
Daun uncul sebagai bakal daun pada sisi yang mengapit meristem apikal. Tunas
aksiler akan berkembang dari kumpulan sel meristematik yang ditingalkan oleh
meristem apikal pada pangkal empelur bakal dari daun. Sebagian besar
pemanjangan tunas sesungguhnya terjadi melalui pertumbuhan ruas yang sedikit
lebih tua di bawah ujung ruas tersebut. Pertumbuhan ini disebabkan oleh
pembelahan sel dan pemanjangan sel di dalam ruas tersebut. Pada beberapapa
tumbuhan, termasuk rumput-rumputan, ruas terus memanjang sepanjang panjang
tunas tersebut selama periode yang lama. Hal ini dimungkinkan karena tumbuhan
tersebut memiliki daerah meristematik, yang disebut meristem interkalari, pada
pamgkal masing-masing ruas.
Pada beberapa spesies tumbuhan, pembentukan tunas lateral
tidak terjadi sebelum daun lebih tua. Bakal tunas dapat juga terjadi di tempat
lain dan disebut tunas tambahan atau tunas adventif. Pembentukannya adalah
dengan cara diferensiasi sel yang bersifat parenkim. Kebanyakan tunas tambahan
dibentuk secara eksogen, artinya dari jaringan di dekat permukaan. Tunas
aksiler bisa saja membentuk cabang dari sistem tunas pada suatu saat nanti.
Cabang sistem tunas berasal dari tunas aksiler, yang berlokasi pada permukaan
suatu tunas utama. Jaringan pembuluh dari suatu batang berada dekat dengan
permukaan, dan cabang-cabang dapat berkembang dengan adanya sambungan ke
jaringan pembuluh tanpa harus berasal dari bagian paling dalam di dalam tunas
utama. Perkembangan buku dan ruas di dalam ujung tunas, yang dimiliki suatu
konstruksi moduler suatu rentetan segmen, yang masing-masing terdiri dari
sebuah batang, satu atau lebih daun dan suatu tunas aksiler yang berkait dengan
masing-masing daun.
Pada kenyataanya, meristem apikal dapat berubah dari satu
fase perkembangan ke satu perkembangan yang lain selama sejarahnya. Salah satu
peruabahan fase dalam pertumbuhan vegetatif (memnghasilakan daun) ini adalah
dari keadaan juvenil ke keadaan dewasa (terlihat pada perubahan morfologi
daun). Pada beberapa kasus ujung tunas mengalami suatu perubahan kedua, yaitu
dari keadaan vegetatif dewasa ke keadaan reprodukti (pembentukan bunga).
Ø Pertumbuhan
Sekunder
Penambahan tinggi yang dicapai oleh
pertumbuhan di meristem apeks sering disertai penambahan tabal batang.
Penebalan itu disebabkan oleh pertumbuhan sekunder akibat aktivitas kambium
pembuluh yang menambah jumlah jaringan pembuluh. Pertumbuhan sekunder terutama
terjadi pada suatu batang utama dan cabangnya serta kadang-kadang tampak pula
pada daun, tertutama pada tangkai daun dan ibu tulang daun. Beberapa tunbuhan
dikotil basah dan kebanyakan monokotil tidak memiliki pertumbuhan sekunder.
Sebaian besar tumbuhan pembuluh
mengalami pertumbuhan sekunder, yang meningkatkan diameter dan panjangnya.
Tubuh sekunder tumbuhan terdiri dari jaringan yang dihasilkan selama
pertumbuhan sekunder diameter. Dua meriatem lateral yang berfungsi dari
pertumbuhan sekunder yaitu: kambium pembuluh yang menghasilkan xilem sekunder
(kayu) dan floem, serta kambium gabus, yang menghasilkan suatu penutup keras
dan tebal yang mengantikan epidermis pada batang dan akar. Pertumbuhan sekunder
terjadi pada semua gimnosperma. Pada angiosperma, pertumbuhan pada sekunder
berlangsung pada sebagin besar spesies dikotil tetapi jarang spesies monokotil.
Kambium pembuluh adalah satu suatu
silinder yang tersusun dari sel-sel meristematik yang membentuk jaringan
pembuluh sekunder. Akumulasi jarinagn pembuluh sekunder ini selama
bertahun-tahun, bertanggung jawab atas sebagin besar pertambahan diameter
tumbuhan berkayu. Kambium pembuluh menghasilkan xilem sekunder ke arah dalam
dan floem sekunder ke arah luar. Sejalan dengan waktu, diameter pohon bertambah
besar seiring dengan bertambah meningkatnya diameter silinder kambium pembuluh,
yang membentuk lapisan jaringan sekunder secara suksesif, dengan diameter yang
lebih besar dibanding diameter sebelumnya.
Dalam tumbuhan dikotil semusim yang
kecil dan sebagin besar tumbuhan monokotil, semua sel dalam tubuh tumbuhan
dihasilkan oleh meristem-meristem ujung, dan karen itu tumbuhan tersebut
menyelesaikan seluruh daur hidupnya dengan pertumbuhan primer. Tetapi dalam
sebagin besar dikotil, terutama tumbuhan berkayu menahun yang dari tahun ke
tahun terus tumbuh, tubuh primer tubuhan ditambah denagan pembentukan jarinagn
sekunder yang menambah ketebalan sumbu tumbuhan.
Pertumbuhan primer dan pertumbuhan
sekunder terjadi secara bersama pada bagian batang yang berbeda-beda. Pada saat
meristem apikal memanjangkan batang dengan cara memnghasilakan jaringan primer,
termasuk xilem dan floem primer dalam bentuk berkas pembuluh, pertumbuhan
sekunder mulai semakin jauh di bawah tunas. Pertambahan jaringan pembuluh
sekunder mengubah bentuk bagian yang lebih tua pada suatu batang.
Setelah meristem apikal memanjangkan
suatu tunas, tubuh primer tumbuhan tunas muda membuat perubahan dari
pertumbuhan primer ke pertunbuhna sekunder dengan membentuk kambium pembuluh
dari sel-sel parenkima yang mampu merubah sel-sel itu menjadi meristematik
kembali. Meristem ini terbentuk dalam suatu lapisan antara xilem primer dan
floem primer dari masing-masing berkas pembuluh dan dalam lempemgan jaringan
dasar di antara berkas. Pita-pita meristematik di dalam berkas dan lempengan
pembuluh menyatu membentuk kambium pembuluh sebagai suatu silinder kontinu yang
tersusun dari sel-sel yang membelah di sekitar xilem primer dan empelur
batang. Lempengan jaringan xilem dan floem, yang sebagian besar terdiri dari
paremkim, berfungsi sebagai sarana sistem transpor radial air dan nutrien di
dalam suatu batang berkayu, serta untuk menyimpan pati dan cadangan makanan
lainnya. Sementara pertumbuhan sekunder barjalan terus-menerus selama
bertahun-tahun, lapisan demi lapisan xilem sekunder akan terakumulasi membentuk
kayu. Kayu sebagian besar terdiri dari trakeid, unusur pembuluh (pada
angiosperma), dan serat. Sel-sel ini, mati pada kematangan fungsional dan
memiliki dinding tebal berlignin yang memberi kekerasan dan kekutan pada kayu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Batang yang memiliki nama latin caulis, merupakan salah satu
organ tubuh tumbuhan yang tergolong cormophyta (tumbuhan yang dengan nyata
memperlihatkan diferesiansi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar, batang, dan
daun). Bentuk
Batang dapat
didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang yang
sebenarnya dengan volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama. Sedangkan volume batang yaitu ukuran isi atau kapasitas
benda padat yang diekpresikan dalam pangkat tiga seperti m3.
Secara umum terdapat tiga macam
bentuk batang berdasarkan
perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian (Chapman dan Meyer, 1949):
a) Pada pangkal : bentuk neiloid, b) Pada bagian tengah : bentuk silindris
atau paraboloid. Bentuk silindris adalah
bagian tengah pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal serta ujung. Bentuk
paraboloid berarti diameter ujung kecil
dengan perubahan yang melengkung ke arah poros batang pada bagian ujung batang, c) Pada bagian ujung pohon : bentuk
konus.
B. Saran
Pada umumnya setiap pohon mempunyai bentuk yang berbeda.
Tiap jenis mempunyai bentuk pohon yang khas dan berbeda dengan bentuk pohon yang
lainya dan bahkan jenis yang sama, bentuk pohon dapat berubah. Oleh karena itu
perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti tempat tumbuh
dan kondisi lingkunganya.
DAFTAR PUSTAKA
Askar.
2007. Pendugaan Volume Batang Tectona grandis L.f. Berdasarkan Integrasi Persamaan Taper (Studi
Kasus Hutan Rakyat Tersertifikasi Desa
Sumberejo, Kabupaten Wonogiri). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Diakses pada hari minggu tanggal 30
maret pukul 20.00 Wita.
Bustomi,
S., Harbagung, Wahyono, J. dan Parthama IBP. 1998. Petunjuk Teknis
Tatacara
Penyusunan Tabel Volume. Info Hutan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam. Bogor. Indonesia.
Diakses pada hari minggu tanggal 30
maret pukul 21.00 Wita.
Laar,
A. dan Akca, A. 1997. Forest Mensurations. Cuvilier Verlag. Gottingen.
Muhdin. 2003. Dimensi
Pohon dan Perkembangan Metode Pendugaan Volume.Diakses tanggal 20 Juli
2010.http://rudyct.com/PPS702-ipb/07134/muhdin.com. Diakses pada hari minggu tanggal 30 maret pukul 22.00 Wita.
Tjitrosoepomo,
Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Diakses pada hari
minggu tanggal 30 maret pukul 22.20
Wita.
Simon. 1987. Manual Inventori hutan. UI Press. Jakarta. Diakses
pada hari minggu tanggal 30 maret pukul
23.20 Wita.
Simon. 2007. Metode Inventore hutan. Pustaka Pelajar. Diakses
pada hari minggu tanggal 30 maret pukul
23.50 Wita.
http://ninityulianita.wordpress/morfologi tumbuhan 12. Diakses
pada hari minggu tanggal 30 maret pukul
19.50 Wita.
LAMPIRAN
TANDA TANGAN KELOMPOK 3
DADANG ANUGRAH ( )
A.SURYA ASHARI
( )
MASNAWIYAH ( )
SRI MULIYANI ( )
NUR INDA SARI ( )
YOLANDA
( )
CHAERIA ANILA
( )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar